Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita berjalan terhuyung-huyung. Pakaiannya yang serba hitam menandakan bahwa ia berada dalam duka cita yang mencekam. Kerudungnya menangkup rapat hampir seluruh wajahnya. Tanpa rias muka atau perhiasan menempel di tubuhnya. Kulit yang bersih, badan yang ramping dan roman mukanya yang ayu, tidakdapat menghapus kesan kepedihan yang tengah meruyak hidupnya. Iamelangkah terseret-seret mendekati kediaman rumah Nabi Musa a.s.
Diketuknya pintu pelan-pelan sambil mengucapkan salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam "Silakan masuk". Perempuan cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus merunduk. Air matanya berderai tatkala ia berkata, "Wahai Nabi Allah. Tolonglah saya, Doakan saya agar Tuhan berkenan mengampuni dosa keji saya." "Apakah dosamu wahai wanita ayu?" tanya Nabi Musa as terkejut. "Saya takut mengatakannya." jawab wanita cantik. "Katakanlah jangan ragu-ragu!" desak Nabi Musa. Maka perempuan itupun terpatah bercerita, "Saya ......telah berzina." Kepala Nabi Musa terangkat, hatinya tersentak.
Perempuan itu meneruskan, "Dari perzinaan itu saya pun......lantas hamil. Setelah anak itu lahir, langsung saya....... cekik lehernya sampai......tewas", ucap wanita itu seraya menagis sejadi-jadinya. Nabi musaberapi-api matanya. Dengan muka berang ia menghardik," Perempuan bejad, enyah kamu dari sini! Agar siksa Allah tidak jatuh ke dalam rumahku karena perbuatanmu. Pergi!"...teriak Nabi Musa sambil memalingkan mata karena jijik.
Perempuan berewajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah surut. Dia terantuk-antuk ke luar dari dalam rumah Nabi Musa. Ratap tangisnya amat memilukan. Ia tak tahu harus kemana lagi hendak mengadu. Bahkan ia tak tahu mau di bawa kemana lagi kaki-kakinya. Bila seorang Nabi saja sudah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya? Terbayang olehnya betapa besar dosanya, betapa jahat perbuatannya. Ia tidak tahu bahwa sepeninggalnya, Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa. Sang Ruhul Amin Jibril lalu bertanya, "Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertobat dari dosanya? Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripadanya?" Nabi Musa terperanjat. "Dosa apakah yang lebih besar dari kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?" Maka Nabi Musa dengan penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril.
"Betulkah ada dosa yang lebih besar dari pada perempuan yang nista itu?" "Ada !" jawab Jibril dengan tegas. "Dosa apakah itu?" tanya Musa kian penasaran. "Orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dan tanpa menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina". Mendengar penjelasan ini Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk menghadap kembali kepadanya. Ia mengangkat tangan dengan khusuk untuk memohonkan ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut.
Nabi Musa menyadari, orang yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja dan tanpa penyesalan adalah sama saja seperti berpendapat bahwa sembahyang itu tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Berarti ia seakan-akan menganggap remeh perintah Tuhan, bahkan seolah-olah menganggap Tuhan tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba-Nya. Sedang orang yang bertobat dan menyesali dosanya dengan
sungguh-sungguh berarti masih mempunyai iman didadanya dan yakin bahwa Allah itu berada di jalan ketaatan kepada-Nya. Itulah sebabnya Tuhan pasti mau menerima kedatangannya.
Dikutip dari buku 30 kisah teladan - KH > Abdurrahman Arroisy)
Dalam hadist Nabi SAW disebutkan : Orang yang meninggalkan sholat lebih besar dosanya dibanding dengan orang yang membakar 70 buah Al-Qur'an, membunuh 70 nabi dan bersetubuh dengan ibunya di dalam Ka'bah.
Dalam hadist yang lain disebutkan bahwa orang yang meninggalkan sholat sehingga terlewat waktu, kemudian ia mengqadanya, maka ia akan disiksa dalam neraka selama satu huqub. Satu huqub adalah delapan puluh tahun. Satu tahun terdiri dari 360 hari, sedangkan satu hari di akherat perbandingannya adalah seribu tahun di dunia. Demikianlah kisah Nabi Musa dan wanita pezina dan dua hadist Nabi, mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi kita dan timbul niat untuk melaksanakan kewajiban sholat dengan istiqomah.
Tolong sebarkan kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahui.
Setiap Malem jum'at di Kemandoran Awal Bulan.
jum'at kemudian setelah itu di Mesjid Al-huda (al-hasyimi)
dan bergilir selama sebulan..
23 Apr 2010
Untuk wanita calon penghuni Surga
Wahai wanita para calon penghuni surga……..
Ketahuilah, kedudukanmu lebih utama daripada bidadari.
Sebab, bidadari tidak pernah merasa lelah, tidak dibebani kewajiban berupa ketaatan, peribadatan, muamalah, perintah dan larangan. Kepadamu diwajibkan ketaatan kepada Tuhanmu dan kepada suamimu serta mendidik anak2mu dan mengurus rumah tanggamu.
Ketahuilah ….
meskipun di dunia kau mungkin kerap kali dihinggapi rasa lelah, kesusahan, kegelisahan mengurus buah hati kita, atau barangkali perasaan sakit ketika engkau berjuang melahirkan mereka. Namun percayalah perasaan itu semua akan hilang saat engkau mendapat ijin dari-Nya untuk tinggal didalam surga-Nya.
Wahai wanita calon penghuni surga …..
jika engkau benar2 merindukan surga-Nya, Hendaklah engkau rajin berpuasa, bersikap tegar, gemar beribadah, perbanyaklah mohon ampunan dari Nya , bersabarlah serta taatlah kepada Tuhanmu dan kepada suamimu,Jalankan kewajiban-kewajibanmu dalam mengasuh dan mendidik anak2mu, bimbing saudara2mu, nasehati teman2mu, jaga hak tetanggamu, Yang tidak boleh kau lupakan adalah sayangi kedua orang tuamu, karena merekalah kau menjadi ada, tundukkan pandanganmu saat berhadapan dengan mereka, dan jangan sekali2 kau tinggikan suaramu ketika berbicara dengan mereka.
Wahai wanita calon penghuni surga……
Usahakan setiap malammu untuk memperbanyak sujud kepada-Nya. Tidak sepantaslah seorang wanita yang rindu akan surga-Nya, berperilaku kasar, suka berteriak, pemarah, mudah cemas dan gelisah, suka mengungkit-ungkit kebaikannya dan suka mengeraskan suara tangisnya.
Yang terbaik bagimu adalah kaitkan hatimu kepada Allah dan menyintai-Nya sepenuh hatimu
Ya Allah… sungguh kami memohon surga kepadaMu, dan kami berlindung kepada-Mu dari api neraka
Ketahuilah, kedudukanmu lebih utama daripada bidadari.
Sebab, bidadari tidak pernah merasa lelah, tidak dibebani kewajiban berupa ketaatan, peribadatan, muamalah, perintah dan larangan. Kepadamu diwajibkan ketaatan kepada Tuhanmu dan kepada suamimu serta mendidik anak2mu dan mengurus rumah tanggamu.
Ketahuilah ….
meskipun di dunia kau mungkin kerap kali dihinggapi rasa lelah, kesusahan, kegelisahan mengurus buah hati kita, atau barangkali perasaan sakit ketika engkau berjuang melahirkan mereka. Namun percayalah perasaan itu semua akan hilang saat engkau mendapat ijin dari-Nya untuk tinggal didalam surga-Nya.
Wahai wanita calon penghuni surga …..
jika engkau benar2 merindukan surga-Nya, Hendaklah engkau rajin berpuasa, bersikap tegar, gemar beribadah, perbanyaklah mohon ampunan dari Nya , bersabarlah serta taatlah kepada Tuhanmu dan kepada suamimu,Jalankan kewajiban-kewajibanmu dalam mengasuh dan mendidik anak2mu, bimbing saudara2mu, nasehati teman2mu, jaga hak tetanggamu, Yang tidak boleh kau lupakan adalah sayangi kedua orang tuamu, karena merekalah kau menjadi ada, tundukkan pandanganmu saat berhadapan dengan mereka, dan jangan sekali2 kau tinggikan suaramu ketika berbicara dengan mereka.
Wahai wanita calon penghuni surga……
Usahakan setiap malammu untuk memperbanyak sujud kepada-Nya. Tidak sepantaslah seorang wanita yang rindu akan surga-Nya, berperilaku kasar, suka berteriak, pemarah, mudah cemas dan gelisah, suka mengungkit-ungkit kebaikannya dan suka mengeraskan suara tangisnya.
Yang terbaik bagimu adalah kaitkan hatimu kepada Allah dan menyintai-Nya sepenuh hatimu
Ya Allah… sungguh kami memohon surga kepadaMu, dan kami berlindung kepada-Mu dari api neraka
10 Wasiat Imam Hasan Al Banna
1. Bangunlah segera untuk melaksanakan shalat apabila mendengar adzan walau bagaimanapun keadaanmu.
2. Baca, telaah, dan dengarlah Al Quran, Berdzikirlah kepada Allah subhanallahu wata’ala dan janganlah engkau senang menghambur-hamburkan wakrtumu dalam masalah yang tidak ada faidahnya.
3. Bersungguh-sungguhlah untuk bisa berbahasa arab dengan fasih.
4. Jangan memperbanyak perdebatan dalam berbagai bidang percakapan karena hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan.
5. Jangan banyak tertawa, sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (berdzikir) adalah tenang dan tentram.
6. Jangan suka bergurau karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan sungguh-sunguh dan terus menerus.
7. Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karean hal itu akan mengganggu dan menyakiti.
8. Jauhilah ghibah (menggunjing) atau menyakiti hati orang lain dalam bentuk apapun dan janganlah berbicara kecuali yang baik.
9. Berkenalanlah dengan saudaramu yang kau temui walaupun dia tidak meminta sebab prinsip dakwah kita adalah cinta dan ta’awun (kerjasama).
10. Pekerjaan rumah (PR) kita sesungguhnya lebih banyak dari waktu yang tersedia, maka tolonglah saudaramu untuk untuk memanfaatkan waktunya dan apabila kalian memiliki keperluan maka sederhanakan dan cepatlah diselesaikan.
2. Baca, telaah, dan dengarlah Al Quran, Berdzikirlah kepada Allah subhanallahu wata’ala dan janganlah engkau senang menghambur-hamburkan wakrtumu dalam masalah yang tidak ada faidahnya.
3. Bersungguh-sungguhlah untuk bisa berbahasa arab dengan fasih.
4. Jangan memperbanyak perdebatan dalam berbagai bidang percakapan karena hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan.
5. Jangan banyak tertawa, sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (berdzikir) adalah tenang dan tentram.
6. Jangan suka bergurau karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan sungguh-sunguh dan terus menerus.
7. Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karean hal itu akan mengganggu dan menyakiti.
8. Jauhilah ghibah (menggunjing) atau menyakiti hati orang lain dalam bentuk apapun dan janganlah berbicara kecuali yang baik.
9. Berkenalanlah dengan saudaramu yang kau temui walaupun dia tidak meminta sebab prinsip dakwah kita adalah cinta dan ta’awun (kerjasama).
10. Pekerjaan rumah (PR) kita sesungguhnya lebih banyak dari waktu yang tersedia, maka tolonglah saudaramu untuk untuk memanfaatkan waktunya dan apabila kalian memiliki keperluan maka sederhanakan dan cepatlah diselesaikan.
Masa Hidup Di Dunia Sesungguhnya Masa Yang Sangat Singkat (TAUSIYAH AL-HABIB HANNAN ASSEGAF)
Masa hidup rata-rata manusia 60 – 80 tahun terlihat sangat panjang bagi yang tidak memahami akhirat. Padahal di akhirat hidup adalah abadi, entah itu di surga atau di neraka, artinya tidak sekedar 500 atau seribu tahun atau sejuta tahun, tapi lebih dari itu yang berarti bermilyar-milyar tahun atau penafsiran umumnya dikatakan sebagai abadi (kekal).
Bahkan sebelum Allah SWT menentukan kita masuk surga atau neraka, kitapun masih harus mengikuti ’masa menunggu’ di alam kubur selama ratusan hingga ribuan tahun; tergantung iman, amal dan ibadah kita di dunia. Kemudian masih ada ribuan tahun lagi ’masa menunggu’ di Padang Mahsyar, ratusan hingga ribuan tahun lagi ’masa menunggu’ di proses pengadilan akhirat. Dan seterusnya, sehingga 60 – 80 tahun di dunia sesungguhnya adalah waktu yang sangat singkat. Rasulullah SAW menggambarkan masa kehidupan di dunia ibarat orang yang sedang singgah sejenak dalam suatu perjalanan yang sangat jauh.
“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia merugi (terhalang dari mendapat kebaikan dan pahala) di dalamnya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari no. 6412).
Hadits yang mulia di atas memberikan beberapa faedah kepada kita:
1. Sepantasnya bagi kita memanfaatkan waktu sehat dan waktu luang untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta"ala dan mengerjakan kebaikan-kebaikan sebelum hilangnya dua nikmat itu. Karena, waktu luang akan diikuti dengan kesibukan, dan masa sehat akan disusul dengan sakit.
2. Islam sangat memperhatikan dan menjaga waktu. Karena waktu adalah kehidupan, sebagaimana Islam memperhatikan kesehatan badan di mana akan membantu sempurnanya agama seseorang.
3. Dunia adalah ladang akhirat. Maka sepantasnya seorang hamba membekali dirinya dengan takwa dan menggunakan kenikmatan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta"ala untuk taat kepada-Nya.
4. Mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta"ala adalah dengan menggunakan nikmat tersebut untuk taat kepada-Nya. (Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhis Shalihin, 1/180-181) “Dan ingatlah ketika Rabbmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat itu kepada kalian. Dan jika kalian mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (Al-Qur’an, surat Ibrahim, ayat 7).
Kenyataan yang ada, banyak waktu kita berlalu sia-sia tanpa kita manfaatkan dan kita pun tidak bisa memberikan manfaat kepada salah seorang dari hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta"ala. Kita tidak merasakan penyesalan akan hal ini kecuali bila ajal telah datang.
Ketika itu seorang insan pun berangan-angan agar ia diberi kesempatan kembali ke dunia walau sedetik untuk beramal kebaikan, akan tetapi hal itu tidak akan didapatkannya.
Terkadang nikmat ini luput sebelum datangnya kematian pada seseorang, dengan sakit yang menimpanya hingga ia lemah untuk menunaikan apa yang Allah Subhanahu wa Ta"ala wajibkan terhadapnya, ia merasakan dadanya sempit tidak lapang dan ia merasa letih. Terkadang datang kesibukan pada dirinya dengan mencari nafkah untuk dirinya sendiri dan keluarganya sehingga ia terluputkan dari menunaikan banyak dari amal ketaatan.
Allah Subhanahu wa Ta"ala berfirman :
“Hingga ketika datang kematian menjemput salah seorang dari mereka, ia pun berkata: ‘Wahai Rabbku, kembalikanlah aku ke dunia agar aku bisa mengerjakan amal shalih yang dulunya aku tinggalkan’.” (Al-Mukminun: 99-100)
“Sebelum datang kematian menjemput salah seorang dari kalian, hingga ia berkata: ‘Wahai Rabbku, seandainya Engkau menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih.’ Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang waktunya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-Munafiqun: 10-11)
Karena itulah sepantasnya bagi insan yang berakal untuk memanfaatkan waktu sehat dan waktu luangnya dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta"ala sesuai dengan kemampuannya. Jika ia dapat membaca Al Qur’an, maka hendaklah ia memperbanyak membacanya. Bila ia tidak pandai membaca Al Qur’an maka ia memperbanyak zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta"ala. Bila ia tidak dapat melakukan hal itu, maka ia melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Atau mencurahkan apa yang ia mampu berupa bantuan dan amal kebaikan kepada saudara-saudaranya. Semua ini adalah kebaikan yang banyak namun luput dari kita dengan sia-sia.” (Syarah Riyadhis Shalihin, 1/451-452).
Sedemikian pentingnya mengisi waktu dengan baik sehingga Al-Quran memiliki satu surat khusus mengenai waktu (surat Al Ashr). “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”. Rasulullah SAW menggambarkan betapa pentingnya mengisi waktu dengan kebaikan dengan menganjurkan kita bersedekah walau dengan sebiji kurma sekalipun, atau menanam pohon walaupun besok kiamat tiba.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab
Bahkan sebelum Allah SWT menentukan kita masuk surga atau neraka, kitapun masih harus mengikuti ’masa menunggu’ di alam kubur selama ratusan hingga ribuan tahun; tergantung iman, amal dan ibadah kita di dunia. Kemudian masih ada ribuan tahun lagi ’masa menunggu’ di Padang Mahsyar, ratusan hingga ribuan tahun lagi ’masa menunggu’ di proses pengadilan akhirat. Dan seterusnya, sehingga 60 – 80 tahun di dunia sesungguhnya adalah waktu yang sangat singkat. Rasulullah SAW menggambarkan masa kehidupan di dunia ibarat orang yang sedang singgah sejenak dalam suatu perjalanan yang sangat jauh.
“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia merugi (terhalang dari mendapat kebaikan dan pahala) di dalamnya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari no. 6412).
Hadits yang mulia di atas memberikan beberapa faedah kepada kita:
1. Sepantasnya bagi kita memanfaatkan waktu sehat dan waktu luang untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta"ala dan mengerjakan kebaikan-kebaikan sebelum hilangnya dua nikmat itu. Karena, waktu luang akan diikuti dengan kesibukan, dan masa sehat akan disusul dengan sakit.
2. Islam sangat memperhatikan dan menjaga waktu. Karena waktu adalah kehidupan, sebagaimana Islam memperhatikan kesehatan badan di mana akan membantu sempurnanya agama seseorang.
3. Dunia adalah ladang akhirat. Maka sepantasnya seorang hamba membekali dirinya dengan takwa dan menggunakan kenikmatan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta"ala untuk taat kepada-Nya.
4. Mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta"ala adalah dengan menggunakan nikmat tersebut untuk taat kepada-Nya. (Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhis Shalihin, 1/180-181) “Dan ingatlah ketika Rabbmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat itu kepada kalian. Dan jika kalian mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (Al-Qur’an, surat Ibrahim, ayat 7).
Kenyataan yang ada, banyak waktu kita berlalu sia-sia tanpa kita manfaatkan dan kita pun tidak bisa memberikan manfaat kepada salah seorang dari hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta"ala. Kita tidak merasakan penyesalan akan hal ini kecuali bila ajal telah datang.
Ketika itu seorang insan pun berangan-angan agar ia diberi kesempatan kembali ke dunia walau sedetik untuk beramal kebaikan, akan tetapi hal itu tidak akan didapatkannya.
Terkadang nikmat ini luput sebelum datangnya kematian pada seseorang, dengan sakit yang menimpanya hingga ia lemah untuk menunaikan apa yang Allah Subhanahu wa Ta"ala wajibkan terhadapnya, ia merasakan dadanya sempit tidak lapang dan ia merasa letih. Terkadang datang kesibukan pada dirinya dengan mencari nafkah untuk dirinya sendiri dan keluarganya sehingga ia terluputkan dari menunaikan banyak dari amal ketaatan.
Allah Subhanahu wa Ta"ala berfirman :
“Hingga ketika datang kematian menjemput salah seorang dari mereka, ia pun berkata: ‘Wahai Rabbku, kembalikanlah aku ke dunia agar aku bisa mengerjakan amal shalih yang dulunya aku tinggalkan’.” (Al-Mukminun: 99-100)
“Sebelum datang kematian menjemput salah seorang dari kalian, hingga ia berkata: ‘Wahai Rabbku, seandainya Engkau menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih.’ Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang waktunya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-Munafiqun: 10-11)
Karena itulah sepantasnya bagi insan yang berakal untuk memanfaatkan waktu sehat dan waktu luangnya dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta"ala sesuai dengan kemampuannya. Jika ia dapat membaca Al Qur’an, maka hendaklah ia memperbanyak membacanya. Bila ia tidak pandai membaca Al Qur’an maka ia memperbanyak zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta"ala. Bila ia tidak dapat melakukan hal itu, maka ia melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Atau mencurahkan apa yang ia mampu berupa bantuan dan amal kebaikan kepada saudara-saudaranya. Semua ini adalah kebaikan yang banyak namun luput dari kita dengan sia-sia.” (Syarah Riyadhis Shalihin, 1/451-452).
Sedemikian pentingnya mengisi waktu dengan baik sehingga Al-Quran memiliki satu surat khusus mengenai waktu (surat Al Ashr). “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”. Rasulullah SAW menggambarkan betapa pentingnya mengisi waktu dengan kebaikan dengan menganjurkan kita bersedekah walau dengan sebiji kurma sekalipun, atau menanam pohon walaupun besok kiamat tiba.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab
Diantara Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan :
Diantara Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan :
o Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-Nya.
“Artinya : Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. [Al-Baqarah : 177]
o orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya.
“Artinya : Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar”. [Ali Imran : 146]
o Allah memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipat gandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.
“Artinya : Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”. [An-Nahl : 96]
“Artinya : Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. [Az-Zumar : 10]
o Sabar adalah sifat seorang mukmin
Dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya”. [Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam Az-Zuhud]
“Artinya : Dari Sa’id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya ?. Beliau menjawab. Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya juga berat. Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya”.[ Isnadnya shahih,ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 1509, Ibnu Majah, hadits nomor 4023, Ad-Darimy 2/320, Ahmad 1/172]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
“Artinya : Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun”. [Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan Adz-Dzahaby]
Dari Abi Sa’id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Artinya : Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya”. [Ditakhrij Al-Bukhari 7/148-149, Muslim 16/130]
Perbaharuilah iman dengan lafazh La ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah karena cobaan yang menimpa. Janganlah sekali-kali mengatakan :”Andaikan saja hal ini tidak terjadi”, tatkala menghadapi taqdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi Allah.
o Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-Nya.
“Artinya : Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. [Al-Baqarah : 177]
o orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya.
“Artinya : Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar”. [Ali Imran : 146]
o Allah memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipat gandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.
“Artinya : Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”. [An-Nahl : 96]
“Artinya : Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. [Az-Zumar : 10]
o Sabar adalah sifat seorang mukmin
Dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya”. [Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam Az-Zuhud]
“Artinya : Dari Sa’id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya ?. Beliau menjawab. Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya juga berat. Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya”.[ Isnadnya shahih,ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 1509, Ibnu Majah, hadits nomor 4023, Ad-Darimy 2/320, Ahmad 1/172]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
“Artinya : Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun”. [Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan Adz-Dzahaby]
Dari Abi Sa’id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Artinya : Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya”. [Ditakhrij Al-Bukhari 7/148-149, Muslim 16/130]
Perbaharuilah iman dengan lafazh La ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah karena cobaan yang menimpa. Janganlah sekali-kali mengatakan :”Andaikan saja hal ini tidak terjadi”, tatkala menghadapi taqdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi Allah.
Perbandingan kerja dunia dan kerja akhirat
Mari kita ambil beberapa contoh yang menunjukkan bahwa pekerjaan dunia itu susah dan berat tetapi manusia menganggapnya ringan karena daya tariknya yang kuat. Juga contoh urusan-urusan akhirat yang mudah dan ringan tapi umat Islam merasakan urusan itu susah dan berat karena merasa daya tariknya lemah. Kita dapat mengambil contoh beberapa perkara untuk perbandingan sebagai berikut:
* Mana yang lebih berat, shalat Subuh dua rakaat sekitar 20 menit dengan kerja delapan jam sehari? Bahkan demi mencari uang ada kalanya sanggup bekerja sebagai buruh kasar. Betapa beratnya. Namun sebagian umat Islam sanggup tidak shalat Subuh sekedar 20-30 menit tapi tidak jemu-jemu bekerja delapan jam untuk mencari uang.
* Mana lebih berat, menolong kawan karena Allah mungkin sekedar satu-dua jam dibandingkan lari maraton berjam-jam, kadang-kadang terpaksa naik bukit, menyeberang sungai, menuruni jurang yang terjal demi mencari ketenaran dan kemegahan nama. Tentu lebih susah menempuh lari maraton tapi mudah saja manusia dapat melakukannya. Sedankan menolong kawan yang kesusahan terasa amat berat.
* Mana lebih berat, memberi maaf kepada orang yang bersalah kepada kita karena hal itu diperintahkan oleh Allah dengan memenuhi keinginan naik gunung untuk mencari ketenaran dan kemegahan nama. Padahal kita tidak mendaki gunung itu bukan satu kesalahan tapi kita lebih mampu mendaki gunung daripada memberi maaf yang diperintahkan Allah.
* Pergi shalat berjamaah tidaklah memakan waktu yang lama. Tidak juga menempuh perjalanan yang jauh dan tidak meletihkan. Dibandingkan dengan pergi berwisata ke tempat yang jauh yang dan menyita banyak waktu dan meletihkan. Bahkan tidak jarang ada orang yang pergi ke hutan, pantai, hulu sungai atau tempat lain dengan tujuan agar dapat bergaul bebas. Namun orang tidak sanggup pergi shalat berjamaah tapi sanggup pergi berwisata ke tempat yang jauh. Adakalanya sepulang bepergian terlibat pertengkaran dengan suami atau isteri karena merasa sakit hati.
* Banyak orang yang pergi belajar ke luar negeri bertahun-tahun lamanya untuk mencari ijazah agar dapat makan gaji, sanggup meninggalkan orang tua dan tanah air, mengorbankan uang berjuta-juta, bahkan sampai ada yang mati di negeri orang. Mana yang lebih susah, pergi belajar ke luar negeri dengan belajar agama di masjid sekedar satu jam untuk memperbaiki diri, tidak mengorbankan waktu dan uang puluhan juta rupiah, tidak sampai meninggalkan orang tua dan tanah air? Tentulah lebih susah pergi di luar negeri dibandingkan dengan belajar di mesjid sekedar satu-dua jam. Namun kenyataannya, banyak orang yang sanggup pergi ke Amerika tapi tidak sanggup untuk pergi ke masjid.
* Mana lebih berat, hendak berkhidmat melayani ibu dan ayah sekedar satu atau dua jam kemudian orang tuapun memberi makanan, pakaian dan lain-lain, dibandingkan dengan melayani boyfriend atau girlfriend berjam-jam lamanya, bahkan berhari-hari? Ada yang sampai habis uang. Sedangkan orang lain yang melihat pun merasa malu. Adakalanya tidak jujur, rupanya di belakang ada orang lain. Tentu lebih susah melayani boyfriend atau girlfriend daripada melayani ibu dan ayah. Namun banyak yang orang tidak sanggup berkhidmat dengan ibu ayah dan lebih sanggup melayani pacar walaupun susah payah.
* Mana lebih berat, menyumbang klub-klub hiburan, biasanya paling kurang satu juta rupiah agar tidak jatuh status, dengan menyumbang fakir miskin sekedar sepuluh ribu atau dua puluh ribu rupiah? Tentu lebih berat menyumbang klub-klub hiburan daripada bersedekah kepada fakir miskin sekedar sepuluh dua puluh ribu. Namun terasa lebih berat ketika bersedekah, sedangkan untuk menyumbang jutaan rupiah karena nama, sanggup. Adakalanya ketika isteri atau keluarga mengetahuinya, mereka marah. Namun walaupun begitu resikonya, sanggup juga untuk menanggungnya.
* Menonton film yang merusak akhlak atau membaca buku yang tidak bermanfaat dapat dilakukan sampai berjam-jam. Mana yang lebih mengorbankan waktu atau mana lebih susah, dibandingkan dengan berzikir atau membaca Al Quran selama 30 menit. Tentu waktu kita lebih terkorban dengan menonton film serta membaca buku atau novel yang tidak bermanfaat daripada berzikir atau membaca Al Quran sekedar 30 menit. Namun orang lebih sanggup menghabiskan waktu dengan menonton film atau membaca novel daripada berzikir atau mengkaji Al Quran.
* Mana lebih susah, pergi berjudi atau berdisko yang menghabiskan waktu dan uang, kadang sampai mabuk minuman keras, kemudian bertengkar dengan isteri hingga porak poranda rumah-tangga dengan sesekali mengeluarkan harta dan tenaga untuk menolong tetangga yang mengalami kesusahan? Sedangkan hal itu dapat berbuah rasa kasih sayang. Tentu menolong tetangga lebih mudah tapi banyak orang tidak sanggup berbuat, lebih sanggup pergi berjudi atau berdisko, minum alkohol hingga hancur rumah tangga, bertengkar dan berhutang.
* Ada banyak orang yang masuk penjara, dibunuh, difitnah, ditangkap, dipermalukan, dihina dan dicaci-maki oleh orang. Mana yang lebih banyak, disebabkan mencuri, menipu, membunuh, berzina, merampok , memperjuangkan ideologi atau disebabkan mencari rezeki yang halal dan memperjuangkan agama Islam?Sudah tentu yang mencari rezeki yang halal dan karena memperjuangkan agama sangat sedikit dibandingkan yang disebabkan melakukan kejahatan. Tapi karena kejahatan atau keinginan dunia, sesorang sanggup menerima resiko yang berat. Sedangkan kalau demi kebaikan dan kebenaran tidak banyak yang sanggup melakukannya.
jail2.jpg
Setelah kita menguraikan dan membuat perbandingan antara kerja-kerja akhirat dengan kerja-kerja dunia, kita dapat melihat bahwa kerja-kerja dunia lebih-lebih lagi yang bersifat mungkar dan maksiat sebenarnya lebih susah dan lebih berat resikonya daripada kerja-kerja halal dan kerja-kerja akhirat. Namun meskipun demikian kebanyakan orang orang tidak sanggup melakukan kerja-kerja akhirat walaupun lebih mudah dibandingkan melakukan kerja-kerja dunia yang susah dan berat.
Hal ini menunjukkan bahwa kita umat Islam lebih cenderung hatinya kepada dunia daripada akhirat walaupun dunia itu murah dan sementara dibandingkan dengan akhirat yang istimewa dan kekal abadi. Tepat sekali kata pepatah Melayu, “Cinta itu buta”. Cinta kepada apa pun jadi buta, sehingga yang lain tidak terlihat lagi. Yang lain walaupun cantik dan istimewa tidak ada perhatian lagi. Ibarat orang yang jatuh cinta kepada seseorang, ia menjadi lupa kepada yang lain, lupa ayah ibu, lupa kakak dan adik, lupa makan minum, lupa bekerja dan lain-lain lagi. Dan karena cintanya itulah ia sanggup bersusah payah dan sanggup menerima resiko yang berat.
Begitu juga orang yang sudah cinta dan jatuh hati dengan dunia, ia lakan upa kepada akhirat. Ia sanggup bersusah payah untuk dunia, sanggup menerima resiko yang berat bahkan sanggup mati karenanya. Untuk akhirat, walaupun istimewa dan mudah mengerjakannya namun terasa berat untuk karena tidak cinta.
Setelah kita mengkaji bahwa kerja-kerja dunia lebih susah dan berbahaya, lebih berat dan lebih tinggi resikonya daripada kerja-kerja akhirat, apa yang akan menjadi hujah dan alasan kita nanti di hadapan Tuhan di akhirat kelak jika kita meninggalkan urusan akhirat? Sebenarnya tidak ada hujah dan alasan bagi kita untuk meninggalkan urusan akhirat. Oleh karena itu, lebih banyak manusia yang masuk neraka daripada masuk syurga.
* Mana yang lebih berat, shalat Subuh dua rakaat sekitar 20 menit dengan kerja delapan jam sehari? Bahkan demi mencari uang ada kalanya sanggup bekerja sebagai buruh kasar. Betapa beratnya. Namun sebagian umat Islam sanggup tidak shalat Subuh sekedar 20-30 menit tapi tidak jemu-jemu bekerja delapan jam untuk mencari uang.
* Mana lebih berat, menolong kawan karena Allah mungkin sekedar satu-dua jam dibandingkan lari maraton berjam-jam, kadang-kadang terpaksa naik bukit, menyeberang sungai, menuruni jurang yang terjal demi mencari ketenaran dan kemegahan nama. Tentu lebih susah menempuh lari maraton tapi mudah saja manusia dapat melakukannya. Sedankan menolong kawan yang kesusahan terasa amat berat.
* Mana lebih berat, memberi maaf kepada orang yang bersalah kepada kita karena hal itu diperintahkan oleh Allah dengan memenuhi keinginan naik gunung untuk mencari ketenaran dan kemegahan nama. Padahal kita tidak mendaki gunung itu bukan satu kesalahan tapi kita lebih mampu mendaki gunung daripada memberi maaf yang diperintahkan Allah.
* Pergi shalat berjamaah tidaklah memakan waktu yang lama. Tidak juga menempuh perjalanan yang jauh dan tidak meletihkan. Dibandingkan dengan pergi berwisata ke tempat yang jauh yang dan menyita banyak waktu dan meletihkan. Bahkan tidak jarang ada orang yang pergi ke hutan, pantai, hulu sungai atau tempat lain dengan tujuan agar dapat bergaul bebas. Namun orang tidak sanggup pergi shalat berjamaah tapi sanggup pergi berwisata ke tempat yang jauh. Adakalanya sepulang bepergian terlibat pertengkaran dengan suami atau isteri karena merasa sakit hati.
* Banyak orang yang pergi belajar ke luar negeri bertahun-tahun lamanya untuk mencari ijazah agar dapat makan gaji, sanggup meninggalkan orang tua dan tanah air, mengorbankan uang berjuta-juta, bahkan sampai ada yang mati di negeri orang. Mana yang lebih susah, pergi belajar ke luar negeri dengan belajar agama di masjid sekedar satu jam untuk memperbaiki diri, tidak mengorbankan waktu dan uang puluhan juta rupiah, tidak sampai meninggalkan orang tua dan tanah air? Tentulah lebih susah pergi di luar negeri dibandingkan dengan belajar di mesjid sekedar satu-dua jam. Namun kenyataannya, banyak orang yang sanggup pergi ke Amerika tapi tidak sanggup untuk pergi ke masjid.
* Mana lebih berat, hendak berkhidmat melayani ibu dan ayah sekedar satu atau dua jam kemudian orang tuapun memberi makanan, pakaian dan lain-lain, dibandingkan dengan melayani boyfriend atau girlfriend berjam-jam lamanya, bahkan berhari-hari? Ada yang sampai habis uang. Sedangkan orang lain yang melihat pun merasa malu. Adakalanya tidak jujur, rupanya di belakang ada orang lain. Tentu lebih susah melayani boyfriend atau girlfriend daripada melayani ibu dan ayah. Namun banyak yang orang tidak sanggup berkhidmat dengan ibu ayah dan lebih sanggup melayani pacar walaupun susah payah.
* Mana lebih berat, menyumbang klub-klub hiburan, biasanya paling kurang satu juta rupiah agar tidak jatuh status, dengan menyumbang fakir miskin sekedar sepuluh ribu atau dua puluh ribu rupiah? Tentu lebih berat menyumbang klub-klub hiburan daripada bersedekah kepada fakir miskin sekedar sepuluh dua puluh ribu. Namun terasa lebih berat ketika bersedekah, sedangkan untuk menyumbang jutaan rupiah karena nama, sanggup. Adakalanya ketika isteri atau keluarga mengetahuinya, mereka marah. Namun walaupun begitu resikonya, sanggup juga untuk menanggungnya.
* Menonton film yang merusak akhlak atau membaca buku yang tidak bermanfaat dapat dilakukan sampai berjam-jam. Mana yang lebih mengorbankan waktu atau mana lebih susah, dibandingkan dengan berzikir atau membaca Al Quran selama 30 menit. Tentu waktu kita lebih terkorban dengan menonton film serta membaca buku atau novel yang tidak bermanfaat daripada berzikir atau membaca Al Quran sekedar 30 menit. Namun orang lebih sanggup menghabiskan waktu dengan menonton film atau membaca novel daripada berzikir atau mengkaji Al Quran.
* Mana lebih susah, pergi berjudi atau berdisko yang menghabiskan waktu dan uang, kadang sampai mabuk minuman keras, kemudian bertengkar dengan isteri hingga porak poranda rumah-tangga dengan sesekali mengeluarkan harta dan tenaga untuk menolong tetangga yang mengalami kesusahan? Sedangkan hal itu dapat berbuah rasa kasih sayang. Tentu menolong tetangga lebih mudah tapi banyak orang tidak sanggup berbuat, lebih sanggup pergi berjudi atau berdisko, minum alkohol hingga hancur rumah tangga, bertengkar dan berhutang.
* Ada banyak orang yang masuk penjara, dibunuh, difitnah, ditangkap, dipermalukan, dihina dan dicaci-maki oleh orang. Mana yang lebih banyak, disebabkan mencuri, menipu, membunuh, berzina, merampok , memperjuangkan ideologi atau disebabkan mencari rezeki yang halal dan memperjuangkan agama Islam?Sudah tentu yang mencari rezeki yang halal dan karena memperjuangkan agama sangat sedikit dibandingkan yang disebabkan melakukan kejahatan. Tapi karena kejahatan atau keinginan dunia, sesorang sanggup menerima resiko yang berat. Sedangkan kalau demi kebaikan dan kebenaran tidak banyak yang sanggup melakukannya.
jail2.jpg
Setelah kita menguraikan dan membuat perbandingan antara kerja-kerja akhirat dengan kerja-kerja dunia, kita dapat melihat bahwa kerja-kerja dunia lebih-lebih lagi yang bersifat mungkar dan maksiat sebenarnya lebih susah dan lebih berat resikonya daripada kerja-kerja halal dan kerja-kerja akhirat. Namun meskipun demikian kebanyakan orang orang tidak sanggup melakukan kerja-kerja akhirat walaupun lebih mudah dibandingkan melakukan kerja-kerja dunia yang susah dan berat.
Hal ini menunjukkan bahwa kita umat Islam lebih cenderung hatinya kepada dunia daripada akhirat walaupun dunia itu murah dan sementara dibandingkan dengan akhirat yang istimewa dan kekal abadi. Tepat sekali kata pepatah Melayu, “Cinta itu buta”. Cinta kepada apa pun jadi buta, sehingga yang lain tidak terlihat lagi. Yang lain walaupun cantik dan istimewa tidak ada perhatian lagi. Ibarat orang yang jatuh cinta kepada seseorang, ia menjadi lupa kepada yang lain, lupa ayah ibu, lupa kakak dan adik, lupa makan minum, lupa bekerja dan lain-lain lagi. Dan karena cintanya itulah ia sanggup bersusah payah dan sanggup menerima resiko yang berat.
Begitu juga orang yang sudah cinta dan jatuh hati dengan dunia, ia lakan upa kepada akhirat. Ia sanggup bersusah payah untuk dunia, sanggup menerima resiko yang berat bahkan sanggup mati karenanya. Untuk akhirat, walaupun istimewa dan mudah mengerjakannya namun terasa berat untuk karena tidak cinta.
Setelah kita mengkaji bahwa kerja-kerja dunia lebih susah dan berbahaya, lebih berat dan lebih tinggi resikonya daripada kerja-kerja akhirat, apa yang akan menjadi hujah dan alasan kita nanti di hadapan Tuhan di akhirat kelak jika kita meninggalkan urusan akhirat? Sebenarnya tidak ada hujah dan alasan bagi kita untuk meninggalkan urusan akhirat. Oleh karena itu, lebih banyak manusia yang masuk neraka daripada masuk syurga.
Bagaimana cara Bersyukur
Apakah kita telah menjadi hamba yang bersyukur dan apakah cara kita bersyukur telah benar ? semoga artikel dibawah ini bermanfaat bagi kita semua.
Bagaimana cara Bersyukur..?
Rasulullah shollallahu Alaihi Wa Sallam dikenal sebagai abdan syakuura (hamba Allah yang banyak bersyukur). Setiap langkah dan tindakan beliau merupakan perwujudan rasa syukurnya kepada Allah.Suatu ketika Nabi memengang tangan Muadz bin Jabal dengan mesra seraya berkata :
"Hai Muadz, demi Allah sesungguhnya aku amat menyayangimu". Beliau melanjutkan sabdanya, "Wahai Muadz, aku berpesan, janganlah kamu tinggalkan pada tiap-tiap sehabis shalat berdo'a : Allahumma a'innii `alaa dzikrika wa syukrika wa husni `ibaadatika (Ya Allah,tolonglah aku agar senantiasa ingat kepada-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan baik dalam beribadat kepada-Mu)".
Mengapa kita perlu memohon pertolongan Allah dalam berdzikir dan bersyukur ? ., Tanpa pertolongan dan bimbingan Allah amal perbuatan kita akan sia-sia. Sebab kita tidak akan sanggup membalas kebaikan Allah kendati banyak menyebut asma Allah; Menyanjung, memuja dan mengaungkan-Nya. Lagi pula, hakikat syukur bukanlah dalam mengucapkan kalimat tersubut, kendati ucapan tersebut wajib dilakukan sebanyak-banyaknya.
Al Junaid seorang sufi, pernah ditanya tentang Makna (hakikat) syukur. Dia berkata, "Jangan sampai engkau menggunakan nikmat karunia Allah untuk bermaksiat kepada-Nya".
Lantas, adakah sesuatu yang bukan nikmat Allah. Kita taat dengan menggunakan karunia dan izin Allah. Bahkan ketaatan itu sendiri merupakan karunia dan hidayah Allah. Sebaliknya, seseorang yang melakukan maksiat pun sudah pasti dengan menyalahgunakan nikmat Allah dan akibat kesalahannya sendiri.
Ketika kita menerima pemberian Allah kita memuji-Nya, tetapi ini sama sekali belum mewakili kesyukuran kita. Pujian yang indah dan syahdu saja belum cukup, dia baru dikatakan bersyukur bila diwujudkan dalam bentuk amal shaleh yang diridhai Allah.
Abu Hazim Salamah bin Dinar berkata, "Perumpamaan orang yang memuji syukur kepada Allah hanya dengan lidah, namun belum bersyukur dengan ketaatannya, sama halnya dengan orang yang berpakaian hanya mampu menutup kepala dan kakinya, tetapi tidak cukup menutupi seluruh tubuhnya. Apakah pakaian demikian dapat melindungi dari cuaca panas atau dingin ?"
Syukur sejati terungkap dalam seluruh sikap dan perbuatan, dalam amal perbuatan dan kerja Nyata.
Amin
Bagaimana cara Bersyukur..?
Rasulullah shollallahu Alaihi Wa Sallam dikenal sebagai abdan syakuura (hamba Allah yang banyak bersyukur). Setiap langkah dan tindakan beliau merupakan perwujudan rasa syukurnya kepada Allah.Suatu ketika Nabi memengang tangan Muadz bin Jabal dengan mesra seraya berkata :
"Hai Muadz, demi Allah sesungguhnya aku amat menyayangimu". Beliau melanjutkan sabdanya, "Wahai Muadz, aku berpesan, janganlah kamu tinggalkan pada tiap-tiap sehabis shalat berdo'a : Allahumma a'innii `alaa dzikrika wa syukrika wa husni `ibaadatika (Ya Allah,tolonglah aku agar senantiasa ingat kepada-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan baik dalam beribadat kepada-Mu)".
Mengapa kita perlu memohon pertolongan Allah dalam berdzikir dan bersyukur ? ., Tanpa pertolongan dan bimbingan Allah amal perbuatan kita akan sia-sia. Sebab kita tidak akan sanggup membalas kebaikan Allah kendati banyak menyebut asma Allah; Menyanjung, memuja dan mengaungkan-Nya. Lagi pula, hakikat syukur bukanlah dalam mengucapkan kalimat tersubut, kendati ucapan tersebut wajib dilakukan sebanyak-banyaknya.
Al Junaid seorang sufi, pernah ditanya tentang Makna (hakikat) syukur. Dia berkata, "Jangan sampai engkau menggunakan nikmat karunia Allah untuk bermaksiat kepada-Nya".
Lantas, adakah sesuatu yang bukan nikmat Allah. Kita taat dengan menggunakan karunia dan izin Allah. Bahkan ketaatan itu sendiri merupakan karunia dan hidayah Allah. Sebaliknya, seseorang yang melakukan maksiat pun sudah pasti dengan menyalahgunakan nikmat Allah dan akibat kesalahannya sendiri.
Ketika kita menerima pemberian Allah kita memuji-Nya, tetapi ini sama sekali belum mewakili kesyukuran kita. Pujian yang indah dan syahdu saja belum cukup, dia baru dikatakan bersyukur bila diwujudkan dalam bentuk amal shaleh yang diridhai Allah.
Abu Hazim Salamah bin Dinar berkata, "Perumpamaan orang yang memuji syukur kepada Allah hanya dengan lidah, namun belum bersyukur dengan ketaatannya, sama halnya dengan orang yang berpakaian hanya mampu menutup kepala dan kakinya, tetapi tidak cukup menutupi seluruh tubuhnya. Apakah pakaian demikian dapat melindungi dari cuaca panas atau dingin ?"
Syukur sejati terungkap dalam seluruh sikap dan perbuatan, dalam amal perbuatan dan kerja Nyata.
Amin
27 Mar 2010
keramat para wali Allah swt, terbitkan pada buku kenalilah akidahmu edisi 2 insya Allah.
FIRMAN ALLAH SWT MENJELASKAN KERAMAT PARA WALI
Disini jika kita ringkaskan saja, maka tidak mustahil seorang wali Allah berkata aku mampu berbuat ini dan itu, aku mampu menghidupkan yg mati, aku mampu memindahkan singgasana itu sebelum kau kedipkan matamu!, atau ucapan ucapan yg didasari kekuatan ilahiah, dan yg mengingkari hal ini maka Allah swt telah menyiapkan jawabannya sebelum mereka bertanya dan mengingkari, sbgmn firman Allah swt diatas, membuktikan bahwa ucapan itu bukan ucapan sombong, tapi justru merupakan tanda kebesaran Allah swt.
Firman Allah swt diatas ini jelas bukan tercantum pada Taurat, Zabur, Injil atau shuhuf para nabi terdahulu, padahal kejadiannya adalah pada ummat terdahulu, namun tercantum pada Alqur'an, agar Ummat Muhammad saw memahami bahwa jika muncul hal hal seperti ini pada masa mereka maka hal itu bukan hal yg aneh, namun hal biasa yg sudah terjadi pada ummat ummat terdahulu, justru yg mengingkari hal seperti ini kufur hukumnya karena ia mengingkari Alqur'an,
Firman Allah swt menceritakan kejadian Musa dan Khidir as dalam surat Al Kahfi:
Maka ia (Musa as) menemukan hamba dari hamba hamba hamba Kami yg kami beri padanya Rahmat dari sisi kami dan kami mengajarinya dengan ilmu dari sisi kami (Ladunniy) (65),
maka berkata padanya Musa : Bolehkah aku mengikutimu agar kau ajarkan dari kemuliaan kemuliaan yg diajarkan padamu? (66),
ia (Khidir as) menjawab : engkau tak akan mampu bersabar bersamaku (67),
dan bagaimana pula kau bisa bersabar pada apa apa yg kau belum dikabarkan? (68),
(Musa menjawab) engkau akan menyaksikan Insya Allah aku merupakan orang yg bersabar dan aku tak akan mengingkari urusanmu (69),
berkatalah ia (khidir as) : Jika kau mengikutiku janganlah kau bertanya apapun sampai aku sendiri yg mengabarkannya padamu (70),
maka mereka pun berlalu, hingga menumpang disebuah kapal dan ia (khidir as) menenggelamkannya, berkatalah (musa as) apakah kau merusak dan menenggelamkannya untuk mencelakakan pemiliknya, sungguh kau telah berbuat kejahatan! (71),
maka berkatalah ia (Khidir as) bukankah telah kukatakan bahwa engkau sungguh tak akan bersabar bersamaku? (72),
maka ia (Musa as) berkata : Jangan kau perdulikan kelupaanku, dan jangan menyulitkanmu persahabatanku dg mu (maafkan apa yg kuperbuat) (73),
maka mereka berlalu hingga menjumpai seorang anak, lalu ia (Khidir as) membunuhnya, maka Musa berkata: Apakah kau membunuh manusia suci tanpa sebab yg benar..??, sungguh kau telah berbuat kejahatan!! (74),
maka berkatalah ia (Khidir as) bukankah telah kukatakan bahwa engkau sungguh tak akan bersabar bersamaku? (75),
(Musa as berkata) Jika aku bertanya lagi tentang sesuatu maka jangan kau jalan bersamaku, karena aku telah berulang ulang berbuat kesalahan (76),
maka mereka berlalu hingga mereka mengunjungi sebuah perkampungan, dan mereka minta makan dan penduduk tak mau menjamu mereka, maka keduanya menemui sebuah tembok yg hampir roboh, maka ia (Khidir as) menegakkannya, maka ia berkata (Musa as) jika kau mau bisa saja kau membayar tukang untuk melakukannya (77),
berkatalah ia (khidir as) Inilah perpisahanku denganmu, akan kukabarkan padamu makna makna yg kau tak dapat bersabar atasnya (78),
mengenai kapal itu, adalah milik orang miskin yg bekerja dilautan dan aku sengaja merusaknya, karena dihadapan mereka ada penguasa yg akan merampas semua kapal kapal, (aku menenggelamkannya agar ka[al mereka selamat dan dapat diperbaiki dan barang barang dan hartanya selamat) (79),
mengenai anak yg kubunuh maka kedua ayah ibunya adalah orang mukmin, dan kami tak ingin ia hidup menjadi penjahat dan kufur (Sebagaimana riwayat Shahih Muslim bahwa anak itu akan tumbuh menjadi kafir dan kami menyayangi kedua orang tuanya dan tak mau mengecewakan keduanya) (80),
maka Allah ingin menggantikan untuk ayah ibunya yg lebih baik bagi mereka dan suci (81),
mengenai Tembok maka milik dua anak yatim di kota dan dibawahnya terdapat harta karun milik kedua ayah ibunya dan keduanya orang yg shalih, dan Allah menginginkan agar mereka dewasa dan mengeluarkan harta itu untuk mereka kelak, inilah rahmat dan kasih sayang pada mereka dari Tuhanmu, dan aku tidak memperbuat itu dari keinginan pribadiku, itulah makna dari apa apa yg kau tak bisa bersabar darinya (82). (QS Al Kahfi 65-82).
Jelaslah sudah bahwa Allah swt menguasakan kepada hamba hamba Nya beberapa hal yg tidak masuk akal dan bertentangan dg syariah, hal ini dimunculkan oleh Allah swt bahwa itu bukan berupa kegilaan, tapi justru kehendak Allah swt dan mengandung hikmah yg mendalam, dimana Allah swt mengajari Musa as bahwa tak bisa logika menjadi acuan atas segala hal, banyka hal gaib yg kelihatannya adalah kemungkaran namun justru merupakan Samudra kelembutan Allah swt.
Firman Allah swt dalam hadits Qudsiy : "Barangsiapa memusuhi wali Ku maka Ku umumkan perang padanya, tiadalah hamba hamba Ku mendekat pada Ku dengan hal hal yg telah kuwajibkan, dan hamba hamba Ku tak henti hentinya pula mendekat pada Ku dengan hal hal yg sunnah hingga Aku mencintainya, Jika Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, aku menjadi pandangannya yg ia gunakan untuk melihat, aku menjadi tangannya yg ia gunakan untuk melawan, aku menjadi kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, Jika ia meminta pada Ku niscaya kuberi apa yg ia minta, dan jika ia mohon perlindungan pada Ku niscaya kuberi padanya perlindungan" (Shahih Bukhari Bab Arriqaaq/Tawadhu)
Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy dalam kitabnya Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari menjelaskan makna hadits ini dalam 6 penafsiran, secara ringkasnya saja bahwa panca indera mereka telah suci dari hal hal dosa karena mereka menyucikannya, dan mereka tidak mau berucap terkecuali kalimat kalimat dzikir atau ucapan mulia, tak mau mendengar terkecuali yg mulia pula, demikian seluruh panca inderanya, dan Allah swt membimbing panca indera mereka untuk selalu mulia. (Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari Bab Arriqaaq/Tawadhu)
Maka yg terpenting dalam hadits mulia ini adalah perkataan : "Jika ia meminta pada Ku niscaya kuberi permintaan Nya", ucapan ini jelas jelas menjawab seluruh sangkalan mereka,
Bahwa bisa saja mereka berdoa pada Allah swt untuk menghidupkan yg mati, pindah ke tempat lain, mendengar atau melihat perasaan orang lain dlsb,
sebagaimana dijelaskan oleh Imam Tajuddin Assubkiy bahwa diantara bentuk karamat adalah sepuluh macam, dan sungguh lebih banyak dari itu, yg pertama adalah Menghidupkan yg mati, kedua adalah berbicara dg yg mati, yg ketiga adalah terbelahnya lautan dan keringnya lautan, keempat adalah berubahnya bentuk, kelima adalah berjalan diatas air, keenam adalah ucapan hewan dan benda, ketujuh adalah taatnya hewan, kedelapan adalah digulungnya waktu, kesembilan terdiamnya lidah atau terucapkannya, kesepuluh adalah terkeluarkannya harta karun, demikian dijelaskan dg panjang lebar oleh Imam Tajuddin Assubkiy Dalam kitabnya Thabaqatussyafi'i Al Kubra Juz II hal 338 cetakan Darul Ihya)
Dan tentunya kejadian Tsunami di Aceh telah pula memperjelas ini, bahwa Air Dahsyat setinggi 30 meter dengan kecepatan 300km/jam dan kekuatan ratusan juta ton, terbelah di makam makam shalihin dan masjid, menunjukkan kemuliaan dan keramat para Wali Allah yg dimuliakan Allah swt walau mereka telah wafat, mereka tetap Benteng Allah swt dimuka Bumi sebagaimana firman Nya : "Sungguh Bumi diwariskan Allah pada hamba hamba Nya yg shalih" (QS Al Anbiya 105).
Rasul saw bersabda : akan datang kelak…., atau akan muncul kelak setelah aku wafat…., atau kelak di hari kiamat…., hadits hadits shahih semacam ini ratusan banyaknya, merupakan tanda tanda hari kiamat, keadaan kelak di alam barzakh, keadaan di hari kiamat, kesemuanya dikabarkan oleh Rasul saw dengan gamblangnya menunjukkan bahwa beliau saw mengetahui apa yg akan terjadi, bahkan mengetahui seseorang itu akan mati dalam kebaikan atau dalam kekufuran, sebagaimana riwayat shahih Muslim yg menjelaskan bahwa seorang pejuang yg berjuang dengan giatnya namun Rasul saw berkata : "Dia ahli neraka!", para sahabat menyangkalnya karena orang itu berjihad dengan semangat dan kesungguhan, namun terbuktilah pada akhirnya ia membunuh diri dengan memotong urat nadinya.
KERAMAT PARA SAHABAT
Ketika Khalifah Umar bin Khattab ra sedang berkhutbah jumat, tiba tiba ditengah khutbahnya ia berseru dengan kerasnya : Wahai Sariah bin Hashiin.., keatas gunung.. keatas gunung..!, maka kagetlah para sahabat lainnya, kenapa Khalifah berkata demikian?, apa maksudnya?, sebulan kemudian kembalilah Sariah bin Hashiin dari peperangan bersama pasukan sahabat lainnya, mereka bercerita saat mereka terdesak dalam peperangan mereka mendengar suara Umar bin Khattab ra yg tak terlihat wujudnya, teriakan itu adalah : Wahai Sariah bin Hashiin.., keatas gunung.. keatas gunung..!, maka kami naik keatas gunung dan berkat itu kami memenangkan peperangan (Durrul muntatsirah fil ahaditsil Masyhurah oleh Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi Juz 1 hal 22, Al Ishabah Juz 3 hal 6, Tarikh Attabari Juz 2 hal 553).
KERAMAT PARA SAHABAT RIWAYAT SHAHIH BUKHARI
Riwayat lain Ketika dua orang sahabat di malam yg gelap keluar dari menghadap Rasul saw, maka terlihatlah dua cahaya menerangi mereka, cahaya itu terus mengikuti mereka hingga mereka berpisah maka dua cahaya itupun berpisah, sampai mereka masuk kerumahnya masing masing (Shahih Bukhari Bab Manaqib)
Riwayat lain Ketika salah seorang sahabat membaca surat Alkahfi disuatu malam maka ia melihat keledainya melarikan diri, maka ketika ia selesai shalat ia melihat kabut yg menyelimuti sekitar, maka keesokan harinya ia menceritakannya pada Rasul saw maka Rasul saw berkata : Bacalah terus wahai fulan, sungguh itu adalah ketenangan yg turun sebab Alqur'an (Shahih Bukhari Bab Alamat Nubuwwah fil islam)
Riwayat lain ketika Abubakar shiddiq diberkahi makanan untuk tamu2nya dirumahnya, hingga tamu tamunya menyaksikan bahwa setiap mereka memakan makanan itu namun makanan itu tidak berkurang (Shahih Bukhari Bab Samar Ma'addhaif)
Riwayat lainnya Rasul saw bersabda : "Wahai Umar, tiadalah syaitan berpapasan denganmu disuatu jalan kecuali ia akan menghindar mencari jalan yg bukan jalanmu" (Shahih Bukhari Bab Manaqib Umar bin Khattab ra), berkata Al Hafidh Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy bahwa dalam hadits ini terkandung makna bahwa Ma'shum adalah hal yg wajib bagi para Nabi, namun merupakan hal yg bisa saja terjadi (tidak mustahil) bagi selain Nabi (Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari Bab Manaqib Umar)
Riwayat lainnya sabda Rasulullah saw ; Tiadalah bayi bercakap cakap terkecuali tiga,
Isa bin Maryam (as),
dan di Bani Israil seorang lelaki bernama Jureij, ketika sedang shalat datanglah ibunya memanggilnya,seraya berkata dalam hatinya : Apakah aku menjawabnya atau meneruskan shalat?, maka Ibundanya marah dan berdoa : Wahai Allah jangan kau matikan ia hingga kau perlihatkan padanya wajah pelacur, maka suatu ketika Jureij di tempat khalwatnya dan datanglah padanya seorang wanita mengajaknya berzina, maka ia menolak, lalu pelacur itu mendatangi seorang penggembala dan kemudian berzina dengannya, maka wanita itupun hamil dan melahirkan bayi lelaki, maka wanita itu berkata ini adalah dari perbuatan Jureij..!, maka penduduk marah dan menghancurkan rumah ibadahnya, menyeretnya dan mencacinya, maka ia berwudhu dan shalat, dan mendatangi bayi itu dan berkata : Siapa ayahmu..?!, maka Bayi itu berkata : Ayahku adalah Penggembala, maka mereka berkata : Kami akan membangun rumah ibadahmu dari emas..??, maka ia berkata, tidak.., cukup dari tanah!.
Yg ketiga adalah ketika seorang wanita menyusui anaknya dari Bani Israil, maka lewatlah seorang pria berwibawa dan penguasa, maka ibu itu berkata : Wahai Allah jadikan anakku sepertinya!, maka anak itu melepaskan susu ibunya dan menjawab : Wahai Allah jangan jadikan aku sepertinya!, lalu ia kembali menyusu, dan berkata Abu Hurairah : seakan akan aku melihat pada Nabi saw yg menghisap jarinya (mempercontohkan hikayat), lalu lewatlah seorang Budak, dan ibunya pun berkata : Wahai Allah jangan jadikan anakku sepertinya!, maka Bayinya melepaskan susunya dan berkata : Wahai Allah jadikanlah aku sepertinya!, (berkata ibunya) mengapa begitu?, bayinya berkata : Orang pertama adalah penguasa bengis, dan Budak itu adalah dituduh pencuri, pezina, dan ia tak melakukannya" (Shahih Bukhari Bab Ahaditsul Anbiya).
Riwayat hadits ibu yg menyusui bayi diatas menunjukkan bolehnya Allah memberikan keramat pada wali sejak ia masih bayi, sudah dapat tahu takdir orang, tahu siapa orang itu sebenarnya, dan mengtahui hal yg ghaib, maka jika ada habaib masa lalu yg dikatakan sudah keramat danjadi wali Allah sejak bayinya, semacam Imam Abubakar bin Salim Fakhrul wujud dan lainnya, maka telah jelas diriwayatkan dalam shahih Bukhari mengenai dalilnya.
Riwayat lainnya bahwa Khubaib ra ketika ditangkap oleh Bani Harits , (dalam riwayat yg panjang), bahwa Putri dari Al Harits berkata : Tak pernah kulihat tawanan pun yg lebih baik dari Khubaib (ra), sungguh telah kusaksikan ia makan buah anggur sedangkan di Makkah saat itu tak ada sama sekali buah buahan, dan ia didalam penjara Besi, dan itu adalah Rizki yg diberikan oleh Allah swt (Shahih Bukhari Bab Jihad wassayr)
Riwayat lainnya bahwa seorang dari penduduk Kuufah mengadukan kepada Khalifah Umar ra tentang Sa'ad bin Abi Waqqash ra, maka diutuslah bersamanya seorang pengintai yg bertanya tentang Sa'ad di Kufah, maka ia berkeliling di masjid Kufah dan tak ada yg menyaksikan kecuali kebaikan Sa'ad ra, maka berkatalah seorang lelaki yg dikenal dg nama Aba Sa'dah : Jika kau bertanya pada kami maka sungguh Sa'ad (ra) tidak membagi dg adil, dan banyak lagi fitnahnya pada Sa'ad ra, maka berkatalah Sa'ad (ra) "Wahai Allah jika ia dusta maka panjangkan usianya, dan panjangkan kemiskinannya, dan munculkan atasnya fitnah fitnah".
Maka berkata Ibn Umair ra kulihat ia tua renta hingga kedua alisnya sudah hampir menutup kedua matanya karena sangat tua, dan sangat miskin, dan mengejar ngejar para wanita di jalanan seraya memegang megangnya, jika ditanya padanya : Kenapa kau berbuat ini??, ia menjawab : Aku adalah si tua renta yg terkena fitnah karena doa Sa'ad (ra). ( Shahih Bukhari Bab Adzan)
RIWAYAT TSIGAH LAINNYA TENTANG KERAMAT PARA SAHABAT DAN IMAM IMAM
Berkata Imam Al Khazin : telah diriwayatkan dari Abu Sa'id Alkhudri ra Sungguh Rasulullah saw bersabda : "hati hatilah pada firasat orang mukmin, sungguh (firasat) dia itu melihat dengan Cahaya Allah" (diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya Attaarikh, dan Ibn Jarir, Ibn Hatim, Ibn Sunniy, Abu Nu'aim, dan diriwayatkan pula oleh Imam Attirmidziy dan Imam Attabrani, dan diriwayatkan pula oleh Ibn Jarir dari Ibn Umar ra)
Dan pada para ulama dan para pemilik anugerah, bahwa pada firasat mereka teriwayatkan dg kabar dan riwayat yg masyhur, diantaranya dikatakan oleh Al hafidh pada kitabnya "Tawaali Atta'sis" berkata Assaajiy, berkata padaku Abu Dawud, berkata kepadaku Qutaybah, berkata pada Abdu Hamiid, aku keluar bersama Imam Syafii dari Makkah, maka kami bertemu seorang lelaki di Abtah, maka kukatakan pada Imam Syafii : "Tebak keberadaan lelaki itu..?", maka berkata Imam Syafii : "Dia itu tukang kayu, atau penjahit!", maka kutanya pada lelaki itu seraya berkata : "Dulu aku tukang kayu dan sekarang penjahit",
Diriwayatkan pula oleh Al Hakim dari riwayat lain, dari Qutaybah berkata : "Kulihat Muhammad bin Alhasan dan Imam Syafii duduk berdua diteras Ka'bah, maka lewatlah seorang lelaki, maka berkatalah salah satu dari mereka : "kemarilah kami akan menebak pekerjaanmu, maka berkata salah satu dari mereka (Muhammad bin Alhasan dan Imam Syafii) engkau adalah Penjahit!, dan berkata yg lainnya : Engkau adalah tukang kayu!, maka berkata orang itu : "dulu aku penjahit dan sekarang tukang kayu".
Berkata Al Hafidh : sanad kedua riwayat diatas shahih.
(Tuhfatul ahwadziy bisyarh Jami Tirmidziy Bab : Min Suuratil Hijr Juz 8 /556)
diriwayatkan berkenaan syarh hadits firasah, bahwa Ustman bin Affan ra dikunjungi beberapa sahabatnya, dan diantara mereka memandang pada seorang wanita, maka berkata Utsman bin Affan ra : "salah satu dari kalian masuk kerumahku dengan mata yg berzina!", maka berkatalah seorang dari mereka dengan kagetnya : "Apakah ada wahyu setelah Rasulullah..??" (maksudnya pembicaraan yg membuka masalah gaib dan tersembunyi/kasyaf), maka berkata Utsman bin Affan ra: "Bukan wahyu, namun firasat yg benar!". (Syarh Musnad Abi Hanifah juz 1 /566).
23 Mar 2010
Aku Mencintaimu Karena Agama Pada Dirimu Pesan Baru
Jika hilang agama yang ada pada dirimu, maka hilang pula cintaku padamu.
Saudariku, Islam adalah satu-satunya agama terbaik yang mengajarkan untuk menjaga kesucian dan memelihara moral kita. Salah satunya adalah dengan mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan sekaligus melarang pergaulan bebas antara lelaki dan wanita yang bukan muhrim. Karena kesan pergaulan antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrim cenderung kepada godaan syaitan dan fitnah yang besar, ini terbukti pada masyarakat jahiliah terdahulu dan masyarakat jahiliah sekarang. Oleh karena itu Islam menyerukan hijab sebagai tujuan utama dalam syariat Islam. Hijab adalah suatu sistem kehidupan yang lengkap dan sempurna serta memberi kebaikan kepada seluruh umat manusia.
Hijab, yang secara harafiah berarti tirai atau dinding, yang bisa berarti perlindungan wanita dalam Islam dari pandangan laki-laki terutama yang bukan muhrim. Salah satu prinsip dasar Islam adalah pewujudan suatu sistem yang suci, sehingga Islam senantiasa berusaha mendidik setiap anggota masyarakat, laki-laki maupun wanita, untuk menjadi manusia yang bertaqwa, disiplin, dan menjaga kesucian mereka.
Dan di antara pendidikan yang penting adalah dengan latihan agar manusia berdisiplin atas kecenderungan mereka terhadap jenis yang lain dan agar kecenderungan-kecenderungan ini hanya disalurkan melalui jalan yang halal. Untuk tujuan ini Islam membuat suatu sistem yang bernama hijab.
Sistem hijab adalah peraturan-peraturan yang merupakan elaborasi tindakan-tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam sosialisasi antara pria dan wanita. Hijab tak terbatas pada perintah bagi wanita untuk menutup kepala dan wajah saja, melainkan suatu sistem yang menyeluruh yang menjadi panduan-panduan dasar bagi laki-laki dan wanita dalam bermu’amalah untuk membangun masayarakat.
Pengertian hijab sebagai suatu sistem bisa kita pahami lewat firman Allah swt yang menyerukan kepada laki-laki terlebih dulu untuk berhijab sebelum kepada wanita seperti dinyatakan di bawah ini:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
QS. an-Nur (24) : 30
Selanjutnya Allah juga menyerukan hijab kepada kaum wanita seperti di bawah ini:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
QS. an-Nur (24) : 31
Namun demikian, apabila kita menemui saudari kita lainnya yang belum berhijab atau sudah berhijab tetapi masih sebagai sekedar asesoris dan masih menunjukan akhlak yang kurang bagus, maka sudah menjadi tugas kitalah sesama muslim untuk mengajak dan mengingatkannya. Sudah barang tentu dengan cara yang baik dan tutur kata yang lembut tanpa melukai perasaan mereka. Apalagi sampai menghina dan mengucilkan mereka dari pergaulan kita. Bisa jadi mereka belum tahu mengenai hijab. Atau apabila sudah tahu mereka belum punya niat yang kuat untuk melaksanakannya. Dan apabila sudah punya niat untuk berhijab barangkali mereka belum mampu untuk menjalaninya. Maka tuntunlah mereka dengan pengertian serta cara yang paling sederhana dan mudah untuk mereka pahami atau jalani.
Dan bagi saudariku yang sudah tahu mengenai hijab tapi masih enggan untuk berhijab biarkanlah kami dengan cara kami dan tidak menghalangi kami dalam mencapai ridla Allah. Janganlah sampai memusuhi kami dengan keyakinan kami. Atau mempengaruhi saudari yang lain untuk tidak mengikuti jalan kami. Karena memang sesungguhnya kita adalah bersaudara. Ya Allah cintakanlah aku pada hati hambaMu yang mencintaiMu agar makin tebal cintaku padaMu.
Bukankah yang indah semakin indah bila tertutup, akan menarik bila semakin tidak terlihat. Biarlah tetap akan menjadi misteri untuk selamanya, yang tidak akan pernah selesai kecuali dengan memilikinya. Sesuatu yang tidak bisa disingkap apalagi disentuh akan menimbulkan kerinduan dan misteri. Dan sesuatu yang tersembunyi dengan baik, terjaga dengan utuh akan tampak bernilai tinggi. Tanpa hijab tak akan bernilai. Begitu pula dengan Allah yang senantiasa tersembunyi diliputi misteri, maka kita selalu merindukan untuk berjumpa dengan-Nya. Biarlah indah pada waktunya.
Saudariku, Islam adalah satu-satunya agama terbaik yang mengajarkan untuk menjaga kesucian dan memelihara moral kita. Salah satunya adalah dengan mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan sekaligus melarang pergaulan bebas antara lelaki dan wanita yang bukan muhrim. Karena kesan pergaulan antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrim cenderung kepada godaan syaitan dan fitnah yang besar, ini terbukti pada masyarakat jahiliah terdahulu dan masyarakat jahiliah sekarang. Oleh karena itu Islam menyerukan hijab sebagai tujuan utama dalam syariat Islam. Hijab adalah suatu sistem kehidupan yang lengkap dan sempurna serta memberi kebaikan kepada seluruh umat manusia.
Hijab, yang secara harafiah berarti tirai atau dinding, yang bisa berarti perlindungan wanita dalam Islam dari pandangan laki-laki terutama yang bukan muhrim. Salah satu prinsip dasar Islam adalah pewujudan suatu sistem yang suci, sehingga Islam senantiasa berusaha mendidik setiap anggota masyarakat, laki-laki maupun wanita, untuk menjadi manusia yang bertaqwa, disiplin, dan menjaga kesucian mereka.
Dan di antara pendidikan yang penting adalah dengan latihan agar manusia berdisiplin atas kecenderungan mereka terhadap jenis yang lain dan agar kecenderungan-kecenderungan ini hanya disalurkan melalui jalan yang halal. Untuk tujuan ini Islam membuat suatu sistem yang bernama hijab.
Sistem hijab adalah peraturan-peraturan yang merupakan elaborasi tindakan-tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam sosialisasi antara pria dan wanita. Hijab tak terbatas pada perintah bagi wanita untuk menutup kepala dan wajah saja, melainkan suatu sistem yang menyeluruh yang menjadi panduan-panduan dasar bagi laki-laki dan wanita dalam bermu’amalah untuk membangun masayarakat.
Pengertian hijab sebagai suatu sistem bisa kita pahami lewat firman Allah swt yang menyerukan kepada laki-laki terlebih dulu untuk berhijab sebelum kepada wanita seperti dinyatakan di bawah ini:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
QS. an-Nur (24) : 30
Selanjutnya Allah juga menyerukan hijab kepada kaum wanita seperti di bawah ini:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
QS. an-Nur (24) : 31
Namun demikian, apabila kita menemui saudari kita lainnya yang belum berhijab atau sudah berhijab tetapi masih sebagai sekedar asesoris dan masih menunjukan akhlak yang kurang bagus, maka sudah menjadi tugas kitalah sesama muslim untuk mengajak dan mengingatkannya. Sudah barang tentu dengan cara yang baik dan tutur kata yang lembut tanpa melukai perasaan mereka. Apalagi sampai menghina dan mengucilkan mereka dari pergaulan kita. Bisa jadi mereka belum tahu mengenai hijab. Atau apabila sudah tahu mereka belum punya niat yang kuat untuk melaksanakannya. Dan apabila sudah punya niat untuk berhijab barangkali mereka belum mampu untuk menjalaninya. Maka tuntunlah mereka dengan pengertian serta cara yang paling sederhana dan mudah untuk mereka pahami atau jalani.
Dan bagi saudariku yang sudah tahu mengenai hijab tapi masih enggan untuk berhijab biarkanlah kami dengan cara kami dan tidak menghalangi kami dalam mencapai ridla Allah. Janganlah sampai memusuhi kami dengan keyakinan kami. Atau mempengaruhi saudari yang lain untuk tidak mengikuti jalan kami. Karena memang sesungguhnya kita adalah bersaudara. Ya Allah cintakanlah aku pada hati hambaMu yang mencintaiMu agar makin tebal cintaku padaMu.
Bukankah yang indah semakin indah bila tertutup, akan menarik bila semakin tidak terlihat. Biarlah tetap akan menjadi misteri untuk selamanya, yang tidak akan pernah selesai kecuali dengan memilikinya. Sesuatu yang tidak bisa disingkap apalagi disentuh akan menimbulkan kerinduan dan misteri. Dan sesuatu yang tersembunyi dengan baik, terjaga dengan utuh akan tampak bernilai tinggi. Tanpa hijab tak akan bernilai. Begitu pula dengan Allah yang senantiasa tersembunyi diliputi misteri, maka kita selalu merindukan untuk berjumpa dengan-Nya. Biarlah indah pada waktunya.
16 Mar 2010
ALLAH S.W.T MENGATUR SEGALA URUSAN
SENANGKAN HATIMU DARI URUSAN TAKDIR KERANA APA YANG DIATUR OLEH SELAIN-MU TENTANG URUSAN DIRIMU, TIDAK PERLU ENGKAU CAMPUR TANGAN.
Kita bertauhid melalui dua cara, pertama bertauhid dengan akal dan keduanya bertauhid dengan hati. Bidang akal ialah ilmu dan liputan ilmu sangat luas, bermula dari pokok kepada dahan-dahan dan seterusnya kepada ranting-ranting. Setiap ranting ada hujungnya, iaitu penyeleaiannya. Ilmu bersepakat pada perkara pokok, bertolak ansur pada cabangnya dan berselisih pada rantingnya atau penyelesaiannya. Jawapan kepada sesuatu masalah selalunya berubah-ubah menurut pendapat baharu yang ditemui. Apa yang dianggap benar pada mulanya dipersalahkan pada akhirnya. Oleh sebab sifat ilmu yang demikian orang awam yang berlarutan membahas tentang sesuatu perkara boleh mengalami kekeliruan dan kekacauan fikiran. Salah satu perkara yang mudah mengganggu fikiran ialah soal takdir atau Qadak dan Qadar. Jika persoalan ini diperbahaskan hingga kepada yang halus-halus seseorang akan menemui kebuntuan kerana ilmu tidak mampu mengadakan jawapan yang konkrit. Qadak dan Qadar diimani dengan hati. Tugas ilmu ialah membuktikan kebenaran apa yang diimani. Jika ilmu bertindak menggoyangkan keimanan maka ilmu itu harus disekat dan hati dibawa kepada tunduk dengan iman. Kalam Hikmat keempat di atas membimbing ke arah itu agar iman tidak dicampur dengan keraguan.
Selama nafsu dan akal menjadi hijab, beriman kepada perkara ghaib dan menyerah diri secara menyeluruh tidak akan dicapai. Qadak dan Qadar termasuk dalam perkara ghaib. Perkara ghaib disaksikan dengan mata hati atau basirah. Mata hati tidak dapat memandang jika hati dibungkus oleh hijab nafsu. Nafsu adalah kegelapan, bukan kegelapan yang zahir tetapi kegelapan dalam keghaiban. Kegelapan nafsu itu menghijab sedangkan mata hati memerlukan cahaya ghaib untuk melihat perkara ghaib. Cahaya ghaib yang menerangi alam ghaib adalah cahaya roh kerana roh adalah urusan Allah s.w.t. Cahaya atau nur hanya bersinar apabila sesuatu itu ada perkaitan dengan Allah s.w.t.
Allah adalah cahaya bagi semua langit dan bumi. ( Ayat 35 : Surah an-Nur )
Dialah Yang Maha Tinggi darjat kebesaran-Nya, yang mempunyai Arasy (yang melambangkan keagungan dan kekuasaan-Nya); Ia memberikan wahyu darihal perintah-Nya kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya (yang telah dipilih menjadi Rasul-Nya), supaya Ia memberi amaran (kepada manusia) tentang hari pertemuan, - ( Ayat 15 : Surah al-Mu’min )
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (wahai Muhammad) – Al-Quran sebagai roh (yang menghidupkan hati) dengan perintah Kami; engkau tidak pernah mengetahui (sebelum diwahyukan kepadamu); apakah Kitab (Al-Quran) itu dan tidak juga mengetahui apakah iman itu; akan tetapi Kami jadikan Al-Quran: cahaya yang menerangi, Kami beri petunjuk dengannya sesiapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) adalah memberi petunjuk dengan Al-Quran itu ke jalan yang lurus, - Iaitu jalan Allah yang memiliki dan menguasai yang ada di langit dan yang ada di bumi. Kepada Allah jualah kembali segala urusan. ( Ayat 52 & 53 : Surah asy-Syura )
Apabila cahaya roh berjaya menghalau kegelapan nafsu, mata hati akan menyaksikan yang ghaib. Penyaksian mata hati membawa hati beriman kepada perkara ghaib dengan sebenar-benarnya.
Allah s.w.t telah menghamparkan jalan yang lurus kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Dia berfirman:
Pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu, dan Aku cukupkan nikmat-Ku kepada kamu, dan Aku telah redakan Islam itu menjadi agama untuk kamu. ( Ayat 3 : Surah al-Maa’idah )
Umat Islam adalah umat yang paling bertuah kerana Allah s.w.t telah menyempurnakan nikmat-Nya ke atas mereka dengan mengurniakan Islam. Allah s.w.t menjamin juga bahawa Dia reda menerima Islam sebagai agama mereka. Jaminan Allah s.w.t itu sudah cukup bagi mereka yang menuntut keredaan Allah s.w.t untuk tidak menoleh ke kiri atau ke kanan, sebaliknya terus berjalan mengikut landasan yang telah dibina oleh Islam. Islam adalah perlembagaan yang lengkap mencakupi semua aspek kehidupan baik yang zahir mahupun yang batin. Islam telah menjelaskan apa yang mesti dibuat, apa yang mesti tidak dibuat, bagaimana mahu bertindak menghadapi sesuatu dan bagaimana jika tidak mahu melakukan apa-apa. Segala peraturan dan kod etika sudah dijelaskan dari perkara yang paling kecil hingga kepada yang paling besar. Sudah dijelaskan cara beribadat, cara berhubungan sesama manusia, cara membahagikan harta pusaka, cara mencari dan membelanjakan harta, cara makan, cara minum, cara berjalan, cara mandi, cara memasuki jamban, cara hukum qisas cara melakukan hubungan kelamin, cara menyempurnakan mayat dan semua aspek kehidupan diterangkan dengan jelas.
Umat Islam tidak perlu bertengkar tentang penyelesaian terhadap sesuatu masalah. Segala penyelesaian telah dibentangkan, hanya tegakkan iman dan rujuk kepada Islam itu sendiri nescaya segala pertanyaan akan terjawab. Begitulah besarnya nikmat yang dikurniakan kepada umat Islam. Kita perlulah menjiwai Islam untuk merasai nikmat yang dikurniakan itu. Kewajipan kita ialah melakukan apa yang telah Allah s.w.t aturkan sementara hak mengatur atau mentadbir adalah hak Allah s.w.t yang mutlak. Jika terdapat peraturan Allah s.w.t yang tidak dipersetujui oleh nafsu kita, jangan pula melentur peraturan tersebut atau membuat peraturan baharu, sebaliknya nafsu hendaklah ditekan supaya tunduk kepada peraturan Allah s.w.t. Jika pendapat akal sesuai dengan Islam maka yakinilah akan kebenaran pendapat tersebut, dan jika penemuan akal bercanggah dengan Islam maka akuilah bahawa akal telah tersilap di dalam perkiraannya. Jangan memaksa Islam supaya tunduk kepada akal semasa yang akan berubah pada masa yang lain, tetapi tundukkan akal kepada apa yang Tuhan kata yang kebenarannya tidak akan berubah sampai bila-bila.
Orang yang mengamalkan tuntutan Islam disertai dengan beriman kepada Qadak dan Qadar, jiwanya akan sentiasa tenang dan damai. Putaran roda kehidupan tidak membolak-balikkan hatinya kerana dia melihat apa yang berlaku adalah menurut apa yang mesti berlaku. Dia pula mengamalkan kod yang terbaik dan dijamin oleh Allah s.w.t. Hatinya tunduk kepada hakikat bahawa Allah s.w.t yang mentadbir sementara sekalian hamba berkewajipan taat kepada-Nya, tidak perlu masuk campur dalam urusan-Nya.
Mungkin timbul pertanyaan apakah orang Islam tidak boleh menggunakan akal fikiran, tidak boleh mentadbir kehidupannya dan tidak boleh berusaha membaiki kehidupannya? Apakah orang Islam mesti menyerah bulat-bulat kepada takdir tanpa tadbir?
Allah s.w.t menceritakan tentang tadbir orang yang beriman:
Maka Yusuf pun mulailah memeriksa tempat-tempat barang mereka, sebelum memeriksa tempat barang saudara kandungnya (Bunyamin), kemudian ia mengeluarkan benda yang hilang itu dari tempat simpanan barang saudara kandungnya. Demikianlah Kami jayakan rancangan untuk (menyampaikan hajat) Yusuf. Tidaklah ia akan dapat mengambil saudara kandungnya menurut undang-undang raja, kecuali jika dikehendaki oleh Allah. (Dengan ilmu pengetahuan), Kami tinggikan pangkat kedudukan sesiapa yang Kami kehendaki; dan tiap-tiap yang berilmu pengetahuan, ada lagi di atasnya yang lebih mengetahui. (Ayat 76 : Surah Yusuf )
Dan kepunyaan-Nya jualah kapal-kapal yang berlayar di lautan laksana gunung-ganang. (Ayat 24 : Surah ar-Rahmaan )
Nabi Yusuf a.s, dengan kepandaiannya, mengadakan muslihat untuk membawa saudaranya, Bunyamin, tinggal dengannya. Kepandaian dan muslihat yang pada zahirnya diatur oleh Nabi Yusuf a.s tetapi dengan tegas Allah s.w.t mengatakan Dia yang mengatur muslihat tersebut dengan kehendak dan kebijaksanaan-Nya. Kapal yang pada zahirnya dibina oleh manusia tetapi dengan tegas Allah s.w.t mengatakan kapal itu adalah kepunyaan-Nya. Ayat-ayat di atas memberi pengajaran mengenai tadbir yang dilakukan oleh manusia.
Rasulullah s.a.w sendiri menganjurkan agar pengikut-pengikut baginda s.a.w mentadbir kehidupan mereka. Tadbir yang disarankan oleh Rasulullah s.a.w ialah tadbir yang tidak memutuskan hubungan dengan Allah s.w.t, tidak berganjak dari tawakal dan penyerahan kepada Tuhan yang mengatur pentadbiran dan perlaksanaan. Janganlah seseorang menyangka apabila dia menggunakan otaknya untuk berfikir maka otak itu berfungsi dengan sendiri tanpa tadbir Ilahi. Dari mana datangnya ilham yang diperolehi oleh otak itu jika tidak dari Tuhan? Allah s.w.t yang membuat otak, membuatnya berfungsi dan Dia juga yang mendatangkan buah fikiran kepada otak itu. Tadbir yang dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w ialah tadbir yang sesuai dengan al-Quran dan as-Sunah. Islam hendaklah dijadikan penapis untuk mengasingkan pendapat dan tindakan yang benar dari yang salah. Islam menegaskan bahawa sekiranya tidak kerana daya dan upaya dari Allah s.w.t, pasti tidak ada apa yang dapat dilakukan oleh sesiapa pun. Oleh yang demikian seseorang mestilah menggunakan daya dan upaya yang dikurniakan Allah s.w.t kepadanya menurut keredaan Allah s.w.t. Seseorang hamba Allah s.w.t tidak sepatutnya melepaskan diri dari penyerahan kepada Allah Yang Maha Mengatur. Apabila apa yang diaturkannya berjaya menjadi kenyataan maka dia akui bahawa kejayaan itu adalah kerana persesuaian aturannya dengan aturan Allah s.w.t. Jika apa yang diaturkannya tidak menjadi, diakuinya bahawa aturannya wajib tunduk kepada aturan Allah s.w.t dan tidak menjadi itu juga termasuk di dalam tadbir Allah s.w.t. Hanya Allah s.w.t yang berhak untuk menentukan. Allah s.w.t Berdiri Dengan Sendiri, tidak ada sesiapa yang mampu campur tangan dalam urusan-Nya.
14 Mar 2010
TANDA DITERIMA AMAL
BARANGSIAPA YANG DAPAT MERASA MANIS BUAH DARI AMALNYA SEKARANG (DI DUNIA) IA MENJADI BUKTI DITERIMA AMALNYA KELAK (DI AKHIRAT)
Buah dari amal adalah kesan yang lahir dari amal kebaikan yang dilakukan. Kesan itu menjadi tanda menunjukkan sama ada amal seseorang itu diterima oleh Allah s.w.t atau tidak. Banyak ayat al-Quran dan Hadis Rasulullah s.a.w yang menceritakan tentang tanda-tanda yang boleh dibuat ukuran tentang amal yang dilakukan. Misalnya Rasulullah s.a.w bersabda:
Barangsiapa tidak dicegah oleh sembahyangnya dari melakukan perbuatan keji dan munkar, maka dia tidak bertambah dekat dengan Allah s.w.t, bahkan bertambah jauh.
Sembahyang yang diterima oleh Allah s.w.t adalah sembahyang yang mendekatkan orang yang melakukannya kepada Allah s.w.t dan tandanya adalah orang itu dilindungi dari terjerumus melakukan perbuatan keji dan munkar. Andaikata mata hati dapat melihat nescaya akan kelihatan sembahyang dan amal kebaikan yang lain, mengeluarkan nur-nur yang menjadi tentera melindungi orang yang berbuat sembahyang dan kebaikan itu daripada percubaan tentera musuh menjatuhkannya ke dalam lembah kekejian dan kemunkaran. Orang tersebut kadang-kadang terlintas juga dihatinya untuk melakukan maksiat, tetapi nur-nur yang menjadi tentera amal kebaikan bertindak menghindarkannya daripada melakukan maksiat yang ingin dilakukannya itu, hinggakan dia sendiri hairan bagaimana dia boleh terselamat padahal dia sudah berada di hadapan pintu maksiat. Tentera nur tersebut bukan setakat mengawal kejahatan daripada menghampiri tuannya bahkan ia juga sering menarik tuannya kepada kebaikan hinggakan orang itu selalu berpeluang berbuat kebaikan tanpa dirancang dan dia selalu berasa hairan bagaimana bila ada sahaja kerja kebaikan maka tiba-tiba dia ikut serta melakukannya sedangkan tiada sesiapa menjemputnya untuk melakukan pekerjaan itu. Inilah yang dinamakan buah daripada amal kebaikan. Jika dia ikhlas menjaga amal kebaikannya, maka tentera nur yang lahir dari amal itu akan ikhlas pula melindunginya, bukan sahaja ketika di atas muka bumi ini, malah tentera nur itu akan menemaninya di dalam kubur, memberi cahaya dan menghilangkan kesunyiannya.
Orang yang tidak mendapat buah dari amalnya sering ditarik ke arah yang berlawanan. Dia mudah terjerumus ke dalam lembah maksiat walaupun dia sudah berusaha berungguh-sungguh untuk menjauhkannya. Dia berasa berat untuk beribadat walaupun dia sudah mencuba untuk khusyuk. Walaupun banyak amal kebaikan yang dilakukannya tetapi jika amal itu tidak ikhlas, iaitu tidak ada nyawanya maka dia tidak dapat menghidupkan tentera nur dari amal tersebut, yang boleh menjaganya daripada kebinasaan.
Oleh sebab amal kebaikan orang Mukmin tidak dibalas sepenuhnya semasa dia hidup di dunia ini maka Allah s.w.t menggantikannya dengan sejenis rasa kelazatan dan kepuasan mengiringi amalnya sehingga dia tidak berasa bosan dan tidak berasa rugi kerana beramal. Amal yang salih ditempatkan di Iliyyin yang berhampiran dengan syurga. Walaupun orang Mukmin masih hidup di dunia, amalnya telah pun diangkat ke Iliyyin dan amal itu sudah dapat mencium bau syurga. Keharuman bau syurga itu disalurkan kepada tuannya yang berada di dunia. Oleh sebab itu orang Mukmin sudah dapat mengecap bau syurga sebelum memasukinya dan ketika mereka masih hidup di dunia. Keharuman dan kelazatan imbasan syurga dirasai ketika mereka beramal, terutamanya ketika bersembahyang. Suasana sembahyang mereka seolah-olah mereka berada di dalam syurga, sebab itulah mereka tidak mendengar desiran angin dan tidak sakit ditikam dengan tombak, kerana kelalaian dan kesakitan tidak ada di dalam syurga. Allah s.w.t berfirman:
Ketahuilah! Sesungguhnya wali-wali Allah, tidak ada kebimbangan (dari sesuatu yang tidak baik) terhadap mereka, dan mereka pula tidak berdukacita. (Wali-wali Allah itu ialah) orang-orang yang beriman serta mereka pula sentiasa bertakwa. Untuk mereka sahajalah kebahagiaan yang menggembirakan di dunia dan di akhirat; tidak ada (sebarang) perubahan pada janji-janji Allah; yang demikian itulah kejayaan yang besar. ( Ayat 62 – 64 : Surah Yunus)
Buah dari amal adalah kesan yang lahir dari amal kebaikan yang dilakukan. Kesan itu menjadi tanda menunjukkan sama ada amal seseorang itu diterima oleh Allah s.w.t atau tidak. Banyak ayat al-Quran dan Hadis Rasulullah s.a.w yang menceritakan tentang tanda-tanda yang boleh dibuat ukuran tentang amal yang dilakukan. Misalnya Rasulullah s.a.w bersabda:
Barangsiapa tidak dicegah oleh sembahyangnya dari melakukan perbuatan keji dan munkar, maka dia tidak bertambah dekat dengan Allah s.w.t, bahkan bertambah jauh.
Sembahyang yang diterima oleh Allah s.w.t adalah sembahyang yang mendekatkan orang yang melakukannya kepada Allah s.w.t dan tandanya adalah orang itu dilindungi dari terjerumus melakukan perbuatan keji dan munkar. Andaikata mata hati dapat melihat nescaya akan kelihatan sembahyang dan amal kebaikan yang lain, mengeluarkan nur-nur yang menjadi tentera melindungi orang yang berbuat sembahyang dan kebaikan itu daripada percubaan tentera musuh menjatuhkannya ke dalam lembah kekejian dan kemunkaran. Orang tersebut kadang-kadang terlintas juga dihatinya untuk melakukan maksiat, tetapi nur-nur yang menjadi tentera amal kebaikan bertindak menghindarkannya daripada melakukan maksiat yang ingin dilakukannya itu, hinggakan dia sendiri hairan bagaimana dia boleh terselamat padahal dia sudah berada di hadapan pintu maksiat. Tentera nur tersebut bukan setakat mengawal kejahatan daripada menghampiri tuannya bahkan ia juga sering menarik tuannya kepada kebaikan hinggakan orang itu selalu berpeluang berbuat kebaikan tanpa dirancang dan dia selalu berasa hairan bagaimana bila ada sahaja kerja kebaikan maka tiba-tiba dia ikut serta melakukannya sedangkan tiada sesiapa menjemputnya untuk melakukan pekerjaan itu. Inilah yang dinamakan buah daripada amal kebaikan. Jika dia ikhlas menjaga amal kebaikannya, maka tentera nur yang lahir dari amal itu akan ikhlas pula melindunginya, bukan sahaja ketika di atas muka bumi ini, malah tentera nur itu akan menemaninya di dalam kubur, memberi cahaya dan menghilangkan kesunyiannya.
Orang yang tidak mendapat buah dari amalnya sering ditarik ke arah yang berlawanan. Dia mudah terjerumus ke dalam lembah maksiat walaupun dia sudah berusaha berungguh-sungguh untuk menjauhkannya. Dia berasa berat untuk beribadat walaupun dia sudah mencuba untuk khusyuk. Walaupun banyak amal kebaikan yang dilakukannya tetapi jika amal itu tidak ikhlas, iaitu tidak ada nyawanya maka dia tidak dapat menghidupkan tentera nur dari amal tersebut, yang boleh menjaganya daripada kebinasaan.
Oleh sebab amal kebaikan orang Mukmin tidak dibalas sepenuhnya semasa dia hidup di dunia ini maka Allah s.w.t menggantikannya dengan sejenis rasa kelazatan dan kepuasan mengiringi amalnya sehingga dia tidak berasa bosan dan tidak berasa rugi kerana beramal. Amal yang salih ditempatkan di Iliyyin yang berhampiran dengan syurga. Walaupun orang Mukmin masih hidup di dunia, amalnya telah pun diangkat ke Iliyyin dan amal itu sudah dapat mencium bau syurga. Keharuman bau syurga itu disalurkan kepada tuannya yang berada di dunia. Oleh sebab itu orang Mukmin sudah dapat mengecap bau syurga sebelum memasukinya dan ketika mereka masih hidup di dunia. Keharuman dan kelazatan imbasan syurga dirasai ketika mereka beramal, terutamanya ketika bersembahyang. Suasana sembahyang mereka seolah-olah mereka berada di dalam syurga, sebab itulah mereka tidak mendengar desiran angin dan tidak sakit ditikam dengan tombak, kerana kelalaian dan kesakitan tidak ada di dalam syurga. Allah s.w.t berfirman:
Ketahuilah! Sesungguhnya wali-wali Allah, tidak ada kebimbangan (dari sesuatu yang tidak baik) terhadap mereka, dan mereka pula tidak berdukacita. (Wali-wali Allah itu ialah) orang-orang yang beriman serta mereka pula sentiasa bertakwa. Untuk mereka sahajalah kebahagiaan yang menggembirakan di dunia dan di akhirat; tidak ada (sebarang) perubahan pada janji-janji Allah; yang demikian itulah kejayaan yang besar. ( Ayat 62 – 64 : Surah Yunus)
13 Mar 2010
7 Mar 2010
Cinta kepada Allah
Dikisahkan dalam sebuah kitab karangan Imam Al-Ghazali bahawa pada suatu hari Nabi Isa a.s berjalan di hadapan seorang pemuda yang sedang menyiram air di kebun. Bila pemuda yang sedang menyiram air itu melihat kepada Nabi Isa a.s
----------
Yang penting dari kisah berikut adalah hikmahnya.
Dikisahkan dalam sebuah kitab karangan Imam Al-Ghazali bahawa pada suatu hari Nabi Isa a.s berjalan di hadapan seorang pemuda yang sedang menyiram air di kebun. Bila pemuda yang sedang menyiram air itu melihat kepada Nabi Isa a.s berada di hadapannya maka dia pun berkata, "Wahai Nabi Isa a.s, kamu mintalah dari Tuhanmu agar Dia memberi kepadaku seberat semut Jarrah cintaku kepada-Nya." Berkata Nabi Isa a.s, "Wahai saudaraku, kamu tidak akan terdaya untuk seberat Jarrah itu."
Berkata pemuda itu lagi, "Wahai Isa a.s, kalau aku tidak terdaya untuk satu Jarrah, maka kamu mintalah untukku setengah berat Jarrah." Oleh kerana keinginan pemuda itu untuk mendapatkan kecintaannya kepada Allah, maka Nabi Isa a.s pun berdoa, "Ya Tuhanku, berikanlah dia setengah berat Jarrah cintanya kepada-Mu." Setelah Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun berlalu dari situ. Selang beberapa lama Nabi Isa a.s datang lagi ke tempat pemuda yang memintanya berdoa, tetapi Nabi Isa a.s tidak dapat berjumpa dengan pemuda itu. Maka Nabi Isa a.s pun bertanya kepada orang yang lalu-lalang di tempat tersebut, dan berkata kepada salah seorang yang berada di situ bahawa pemuda itu telah gila dan kini berada di atas gunung.
Setelah Nabi Isa a.s mendengat penjelasan orang-orang itu maka beliau pun berdoa kepada Allah S.W.T, "Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku tentang pemuda itu." Selesai sahaja Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun dapat melihat pemuda itu yang berada di antara gunung-ganang dan sedang duduk di atas sebuah batu besar, matanya memandang ke langit. Nabi Isa a.s pun menghampiri pemuda itu dengan memberi salam, tetapi pemuda itu tidak menjawab salam Nabi Isa a.s, lalu Nabi Isa berkata, "Aku ini Isa a.s."Kemudian Allah S.W.T menurunkan wahyu yang berbunyi, "Wahai Isa, bagaimana dia dapat mendengar perbicaraan manusia, sebab dalam hatinya itu terdapat kadar setengah berat Jarrah cintanya kepada-Ku. Demi Keagungan dan Keluhuran-Ku, kalau engkau memotongnya dengan gergaji sekalipun tentu dia tidak mengetahuinya."
Barangsiapa yang mengakui tiga perkara tetapi tidak menyucikan diri dari tiga perkara yang lain maka dia adalah orang yang tertipu :
1. Orang yang mengaku kemanisan berzikir kepada Allah, tetapi dia mencintai dunia.
2. Orang yang mengaku cinta ikhlas di dalam beramal, tetapi dia inginmendapat sanjungan dari manusia.
3. Orang yang mengaku cinta kepada Tuhan yang menciptakannya, tetapi tidak berani merendahkan dirinya.
Rasulullah S.A.W telah bersabda, "Akan datang waktunya umatku akan mencintai lima & lupa kepada yang lima :
1. Mereka cinta kepada dunia. Tetapi mereka lupa kepada akhirat.
2. Mereka cinta kepada harta benda. Tetapi mereka lupa kepada hisab.
3. Mereka cinta kepada makhluk. Tetapi mereka lupa kepada al-Khaliq.
4. Mereka cinta kepada dosa. Tetapi mereka lupa untuk bertaubat.
5. Mereka cinta kepada gedung-gedung mewah. Tetapi mereka lupa kepada kubur."
----------
Yang penting dari kisah berikut adalah hikmahnya.
Dikisahkan dalam sebuah kitab karangan Imam Al-Ghazali bahawa pada suatu hari Nabi Isa a.s berjalan di hadapan seorang pemuda yang sedang menyiram air di kebun. Bila pemuda yang sedang menyiram air itu melihat kepada Nabi Isa a.s berada di hadapannya maka dia pun berkata, "Wahai Nabi Isa a.s, kamu mintalah dari Tuhanmu agar Dia memberi kepadaku seberat semut Jarrah cintaku kepada-Nya." Berkata Nabi Isa a.s, "Wahai saudaraku, kamu tidak akan terdaya untuk seberat Jarrah itu."
Berkata pemuda itu lagi, "Wahai Isa a.s, kalau aku tidak terdaya untuk satu Jarrah, maka kamu mintalah untukku setengah berat Jarrah." Oleh kerana keinginan pemuda itu untuk mendapatkan kecintaannya kepada Allah, maka Nabi Isa a.s pun berdoa, "Ya Tuhanku, berikanlah dia setengah berat Jarrah cintanya kepada-Mu." Setelah Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun berlalu dari situ. Selang beberapa lama Nabi Isa a.s datang lagi ke tempat pemuda yang memintanya berdoa, tetapi Nabi Isa a.s tidak dapat berjumpa dengan pemuda itu. Maka Nabi Isa a.s pun bertanya kepada orang yang lalu-lalang di tempat tersebut, dan berkata kepada salah seorang yang berada di situ bahawa pemuda itu telah gila dan kini berada di atas gunung.
Setelah Nabi Isa a.s mendengat penjelasan orang-orang itu maka beliau pun berdoa kepada Allah S.W.T, "Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku tentang pemuda itu." Selesai sahaja Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun dapat melihat pemuda itu yang berada di antara gunung-ganang dan sedang duduk di atas sebuah batu besar, matanya memandang ke langit. Nabi Isa a.s pun menghampiri pemuda itu dengan memberi salam, tetapi pemuda itu tidak menjawab salam Nabi Isa a.s, lalu Nabi Isa berkata, "Aku ini Isa a.s."Kemudian Allah S.W.T menurunkan wahyu yang berbunyi, "Wahai Isa, bagaimana dia dapat mendengar perbicaraan manusia, sebab dalam hatinya itu terdapat kadar setengah berat Jarrah cintanya kepada-Ku. Demi Keagungan dan Keluhuran-Ku, kalau engkau memotongnya dengan gergaji sekalipun tentu dia tidak mengetahuinya."
Barangsiapa yang mengakui tiga perkara tetapi tidak menyucikan diri dari tiga perkara yang lain maka dia adalah orang yang tertipu :
1. Orang yang mengaku kemanisan berzikir kepada Allah, tetapi dia mencintai dunia.
2. Orang yang mengaku cinta ikhlas di dalam beramal, tetapi dia inginmendapat sanjungan dari manusia.
3. Orang yang mengaku cinta kepada Tuhan yang menciptakannya, tetapi tidak berani merendahkan dirinya.
Rasulullah S.A.W telah bersabda, "Akan datang waktunya umatku akan mencintai lima & lupa kepada yang lima :
1. Mereka cinta kepada dunia. Tetapi mereka lupa kepada akhirat.
2. Mereka cinta kepada harta benda. Tetapi mereka lupa kepada hisab.
3. Mereka cinta kepada makhluk. Tetapi mereka lupa kepada al-Khaliq.
4. Mereka cinta kepada dosa. Tetapi mereka lupa untuk bertaubat.
5. Mereka cinta kepada gedung-gedung mewah. Tetapi mereka lupa kepada kubur."
24 Feb 2010
Memandang Orang lain lebih Baik dari pada Kita
Kita harus memandang diri orang lain lebih baik dari pada kita dan memandang diri kita sendiri lebih jelek daripada orang lain dalam hal iman ,ilmu,dan amal.namun kita jangan memandang non-muslim lebih baik daripada kita.sebab,Allah berfirman:
“Jaganlah kamu merasa hina dan jangan bersedih hati,sedang kamu ada dalam derajat yang tinggi apabila kamu dalam keadaan beriman”
Syekh Abdul Kadir Al Jaelany berkata,Apabila engkau bertemu dengan seseorang,hendaklah engkau memandangnya lebih utama dari pada kamu,dan engkau mengatakan,’ mungkin dia lebih baik disisi Allah dari pada aku,dan lebih tinggi derajatnya’.Apabila dia lebih kecil,hendaklah engkau mengatakan,’Orang ini tidak berbuat dosa kepada Allah sedangkan aku berbuat dosa,maka tidak ragu lagi bahwa dia lebih baik dari pada aku’.
Dan apabila keadaan orang yang kau lihat itu lebih tua,hendaklah mengatakan,Orang ini telah banyak beribadah kepada Allah sebelum aku’.apabila keadaan ornag yang engkau pandang orang alim(kiai),hendaklah engkau mengatakan,’Orang ini telah di beri sesuatu(anugrah)yang belum aku dapatkan dan ia telah mengetahui apa yang belum aku ketahui serta telah mengamalkan ilmunya’.
Apabila orang itu bodoh,hendaklahengkau mengatakan,Orang ini durhaka pada Allah karena kebodohanya,sementara aku berilmu.Aku tidak tahu dengan apa aku diakhiri atau denganapa dia diakhiri husnulkhotimah atau suu’ulkhotimah.Dan apabila keadaan orang kafir,hendaklah engkau mengatakan,Aku tidak tahu,mungkin aku menjadi kafir sehingga aku brakhir dengan amal jelek’.”
Keterangan:
Islam tidak membeda-bedakan manusia karena perbedaan harta,tahta,atau turunan.Akan tetapi,Islam mengajarkan manusia sama derajatnya di sisi Allah dan manusia lebih mulia adalah orang yang lebih takwa di antara mereka.Oleh karena itu,sebagian para ulama berdoa dengan doa sebagai berikut:
“Ya Allah jadikan aku orang sabar dan bersukur,dan jadikan aku dalam memandang diriku seseorang yang kecil/hina dan jadikan aku seseorang yang memandang besar,ketika memendang diri orang lain.”
“Jaganlah kamu merasa hina dan jangan bersedih hati,sedang kamu ada dalam derajat yang tinggi apabila kamu dalam keadaan beriman”
Syekh Abdul Kadir Al Jaelany berkata,Apabila engkau bertemu dengan seseorang,hendaklah engkau memandangnya lebih utama dari pada kamu,dan engkau mengatakan,’ mungkin dia lebih baik disisi Allah dari pada aku,dan lebih tinggi derajatnya’.Apabila dia lebih kecil,hendaklah engkau mengatakan,’Orang ini tidak berbuat dosa kepada Allah sedangkan aku berbuat dosa,maka tidak ragu lagi bahwa dia lebih baik dari pada aku’.
Dan apabila keadaan orang yang kau lihat itu lebih tua,hendaklah mengatakan,Orang ini telah banyak beribadah kepada Allah sebelum aku’.apabila keadaan ornag yang engkau pandang orang alim(kiai),hendaklah engkau mengatakan,’Orang ini telah di beri sesuatu(anugrah)yang belum aku dapatkan dan ia telah mengetahui apa yang belum aku ketahui serta telah mengamalkan ilmunya’.
Apabila orang itu bodoh,hendaklahengkau mengatakan,Orang ini durhaka pada Allah karena kebodohanya,sementara aku berilmu.Aku tidak tahu dengan apa aku diakhiri atau denganapa dia diakhiri husnulkhotimah atau suu’ulkhotimah.Dan apabila keadaan orang kafir,hendaklah engkau mengatakan,Aku tidak tahu,mungkin aku menjadi kafir sehingga aku brakhir dengan amal jelek’.”
Keterangan:
Islam tidak membeda-bedakan manusia karena perbedaan harta,tahta,atau turunan.Akan tetapi,Islam mengajarkan manusia sama derajatnya di sisi Allah dan manusia lebih mulia adalah orang yang lebih takwa di antara mereka.Oleh karena itu,sebagian para ulama berdoa dengan doa sebagai berikut:
“Ya Allah jadikan aku orang sabar dan bersukur,dan jadikan aku dalam memandang diriku seseorang yang kecil/hina dan jadikan aku seseorang yang memandang besar,ketika memendang diri orang lain.”
9 Feb 2010
Panduan tata cara tayamum
Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulul Islam, Muhammad bin Abdillah shollallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.
Mungkin tidak jarang dari kita melihat sebagian dari saudara-saudara kita kalangan kaum muslimin yang masih asing dengan istilah tayammum atau pada sebagian lainnya hal ini tidak asing lagi akan tetapi belum mengetahui bagaimana tayammum yang Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam ajarkan serta yang diinginkan oleh syari’at kita. Maka penulis mengajak pembaca sekalian untuk meluangkan waktu barang 5 menit untuk bersama mempelajari hal ini sehingga ketika tiba waktunya untuk diamalkan sudah dapat beramal dengan ilmu.
Pengertian Tayammum
Kami mulai pembahasan ini dengan mengemukakan pengertian tayammum. Tayammum secara bahasa diartikan sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti maksud. Sedangkan secara istilah dalam syari’at adalah sebuah peribadatan kepada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan dengan menggunakan sho’id yang bersih[1]. Sho’id adalah seluruh permukaan bumi yang dapat digunakan untuk bertayammum baik yang terdapat tanah di atasnya ataupun tidak[2].
Dalil Disyari’atkannya Tayammum
Tayammum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ (konsensus) kaum muslimin[3]. Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,
Adapun dalil dari As Sunnah adalah sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu,
Media yang dapat Digunakan untuk Tayammum
Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu di atas dan secara khusus,
Jika ada orang yang mengatakan bukankah dalam sebuah hadits Hudzaifah ibnul Yaman[7] Nabi mengatakan tanah?! Maka kita katakan sebagaimana yang dikatakan oleh Ash Shon’ani rohimahullah, “Penyebutan sebagian anggota lafadz umum bukanlah pengkhususan”[8]. Hal ini merupakan pendapat Al Auzaa’i, Sufyan Ats Tsauri Imam Malik, Imam Abu Hanifah[9] demikian juga hal ini merupakan pendapat Al Amir Ashon’ani[10], Syaikh Al Albani[11], Syaikh Abullah Alu Bassaam[12] -rohimahumullah-, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan[13] dan Syaikh DR. Abdul Adzim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahumallah[14].
Keadaan yang Dapat Menyebabkan Seseorang Bersuci dengan Tayammum
Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan beberapa keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayammum,
Tata cara tayammum Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan hadits ‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu,
Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,
Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayammum beliau shallallahu ‘alaihi was sallam adalah sebagai berikut.
Pembatal tayammum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian juga tayammum tidak dibolehkan lagi apa bila telah ditemukan air bagi orang yang bertayammum karena ketidakadaan air dan telah adanya kemampuan menggunakan air atau tidak sakit lagi bagi orang yang bertayammum karena ketidakmampuan menggunakan air[18]. Akan tetapi shalat atau ibadah lainnya[19] yang telah ia kerjakan sebelumnya sah dan tidak perlu mengulanginya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,
Juga hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu,
Di Antara Hikmah Disyari’atkannya Tayammum
Sebagai penutup kami sampaikan hikmah dan tujuan disyari’atkannya tayyamum adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur dengan syari’at ini serta tidaklah sama sekali untuk memberatkan kita, sebagaimana akhir firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 6,
Abul Faroj Ibnul Jauziy rohimahullah mengatakan ada empat penafsiran ahli tafsir tentang nikmat apa yang Allah maksudkan dalam ayat ini,
Pertama, nikmat berupa diampuninya dosa-dosa[24].
Kedua, nikmat berupa hidayah kepada iman, sempurnanya agama, ini merupakan pendapat Ibnu Zaid rohimahullah.
Ketiga, nikmat berupa keringanan untuk tayammum, ini merupakan pendapat Maqotil dan Sulaiman.
Keempat, nikmat berupa penjelasan hukum syari’at, ini merupakan pendapat sebagian ahli tafsir[25].
Demikianlah akhir tulisan ini mudah-mudahan menjadi tambahan ‘amal bagi penulis dan tambahan ilmu bagi pembaca sekalian. Allahumma Amiin.
Di waktu Dhuha, Ahad 12 Dzulhijjah 1430 H.
Penulis: Aditya Budiman
Muroja’ah: M.A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
[1] Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah hal. 231/I, terbitan Al Kitabul ‘Alimiy, Beirut, Lebanon. [2] Kami ringkas dengan penyesuaian redaksi dari Lisanul ‘Arob oleh Muhammad Al Mishriy rohimahullah hal. 251/III, terbitan Darush Shodir, Beirut, Lebanon.
[3] Sebagaimana dikatakan oleh An Nawawi Asy Syafi’i rohimahullah. [Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi rohimahullah hal. 279/IV cetakan Darul Ma’rifah, Beirut dengan tahqiq dari Syaikh Kholil Ma’mun Syihaa].
[4] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom oleh Syaikh Abdullah Alu Bassaam rohimahullah hal. 412/I terbitan Maktabah Asaadiy, Mekkah, KSA.
[5] HR. Muslim no. 522.
[6] HR. Ahmad no. 22190, dinyatakan shohih lighoirihi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Ta’liq beliau untuk Musnad Imam Ahmad, terbitan Muasa’sah Qurthubah, Kairo, Mesir.
[7] Yang kami maksud adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
« وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ »
Demikian juga hadits dari sahabat ‘Ali yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya no. 774 dinyatakan Shohih oleh Syaikh Ahmad Syakir,
« وَجُعِلَ اَلتُّرَابُ لِي طَهُورًا »
[8] Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom oleh Al ‘Amir Ash Shon’ani rohimahullah hal. 354/I dengan tahqiq dari Syaikh Muhammad Shubhi Hasan Halaaq cetakan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.
[9] Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim hal. 280/IV.
[10] Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 351-352/I.
[11] Lihat Ats Tsamrul Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitaab oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rohimahullah hal. 31/I cetakan Ghiroos, Kuwait.
[12] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 414/I.
[13] Lihat Al Mulakhoshul Fiqhiy hal. 38 oleh Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan hafidzahullah cetakan Dar Ibnul Jauziy Riyadh.
[14] Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah oleh Syaikh DR. Abdul Adhim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahullah hal. 56 Dar Ibnu Rojab Kairo, Mesir.
[15] Asy Syaukani menambahkan keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayammum dengan jauhnya air, kemudian beliau menambahkan batasan suatu jarak dikatakan tidak jauh dalam hal ini dengan adanya kemungkinan seseorang dapat mendapatkan air kemudian berwudhu dengannya dan dapat sholat pada waktunya. [lihat As Saylul Jaror oleh Asy Syaukani rohimahullah hal. 129/I, terbitan Darul Kutub ‘Ilmiyah, Beirut, Lebanon.] namun Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin mengatakan bahwa batasan dikatakan tidak jauh itu adalah urf/penilaian masyarakat [lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ hal. 235/I ].
Tambahan dari editor,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “…. Akan tetapi, mereka juga boleh cukup dengan tayamum jika memang harus memperoleh air yang tempatnya jauh. Mereka nanti bertayamum dan mengerjakan shalat di waktunya masing-masing. Namun yang lebih baik adalah melakukan jama’ suri seperti tadi dan tetap berwudhu dengan air, ini yang lebih afdhol (lebih utama). Walhamdulillah.”[ Majmu’ Al Fatawa, hal. 458/XXI.]
[16] HR. Bukhori no. 347, Muslim no. 368.
[17] Kami katakan demikian karena kemutlakan yang ada dalam ayat tayammum (وَأَيْدِيكُمْ ,”Dan sapulah tanganmu”. [QS. Al Maidah (5) : 6]) tidak bisa di dimuqoyyadkan dengan ayat wudhu (وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ, “Dan basuhlah tanganmu sampai dengan siku” [QS. Al Maidah (5) : 6]), karena hukum kedua masalah ini berbeda (yang satu masalah tayammum yang lainnya wudhu) walaupun sebabnya sama, hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah dalam Syarh Nadzmul Waroqot hal. 123, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh dan lihat juga Ma’alim Ushul Fiqh oleh Syaikh Muhammad Husain bin Hasan Al Jaizaniy, hal. 441, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
[18] Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah hal.56.
[19] Karena tayammum merupakan badal/pengganti dari wudhu. Sehingga apa yang dibolehkan dengan berwudhu dibolehkan juga dengan tayammum. [Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 360/I ].
[20] Yaitu satu pahala untuk sholat yang pertama dan satu pahala untuk sholat yang kedua. [Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 362/I, Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 426/I].
[21] HR. Abu Dawud no. 338, An Nasa’i no. 433. Dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 3861.
[22] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 422/I.
[23] HR. Ahmad no. 21408, Tirmidzi no. 124, Abu Dawud no. 333, An Nasa’i no. 420, dan lain-lain. Hadits ini dinyatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dan dinyatakan shohih lighoirihi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth.
[24] Dalil tentang hal ini hadits Humroon tentang wudhunya Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu.
[25] Lihat Zaadul Masiir hal. 108, Asy Syamilah.
Mungkin tidak jarang dari kita melihat sebagian dari saudara-saudara kita kalangan kaum muslimin yang masih asing dengan istilah tayammum atau pada sebagian lainnya hal ini tidak asing lagi akan tetapi belum mengetahui bagaimana tayammum yang Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam ajarkan serta yang diinginkan oleh syari’at kita. Maka penulis mengajak pembaca sekalian untuk meluangkan waktu barang 5 menit untuk bersama mempelajari hal ini sehingga ketika tiba waktunya untuk diamalkan sudah dapat beramal dengan ilmu.
Pengertian Tayammum
Kami mulai pembahasan ini dengan mengemukakan pengertian tayammum. Tayammum secara bahasa diartikan sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti maksud. Sedangkan secara istilah dalam syari’at adalah sebuah peribadatan kepada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan dengan menggunakan sho’id yang bersih[1]. Sho’id adalah seluruh permukaan bumi yang dapat digunakan untuk bertayammum baik yang terdapat tanah di atasnya ataupun tidak[2].
Dalil Disyari’atkannya Tayammum
Tayammum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ (konsensus) kaum muslimin[3]. Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (QS. Al Maidah [5] : 6).Adapun dalil dari As Sunnah adalah sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu,
« وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ »
“Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam ) permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk besuci[4] (tayammum) jika kami tidak menjumpai air”.[5]Media yang dapat Digunakan untuk Tayammum
Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu di atas dan secara khusus,
جُعِلَتِ الأَرْضُ كُلُّهَا لِى وَلأُمَّتِى مَسْجِداً وَطَهُوراً
“Dijadikan (permukaan, pent.) bumi seluruhnya bagiku (Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam) dan ummatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang digunakan untuk bersuci”.[6]Jika ada orang yang mengatakan bukankah dalam sebuah hadits Hudzaifah ibnul Yaman[7] Nabi mengatakan tanah?! Maka kita katakan sebagaimana yang dikatakan oleh Ash Shon’ani rohimahullah, “Penyebutan sebagian anggota lafadz umum bukanlah pengkhususan”[8]. Hal ini merupakan pendapat Al Auzaa’i, Sufyan Ats Tsauri Imam Malik, Imam Abu Hanifah[9] demikian juga hal ini merupakan pendapat Al Amir Ashon’ani[10], Syaikh Al Albani[11], Syaikh Abullah Alu Bassaam[12] -rohimahumullah-, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan[13] dan Syaikh DR. Abdul Adzim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahumallah[14].
Keadaan yang Dapat Menyebabkan Seseorang Bersuci dengan Tayammum
Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan beberapa keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayammum,
- Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan ataupun tidak[15].
- Terdapat air (dalam jumlah terbatas pent.) bersamaan dengan adanya kebutuhan lain yang memerlukan air tersebut semisal untuk minum dan memasak.
- Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan badan atau semakin lama sembuh dari sakit.
- Ketidakmapuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan sakit dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan tidak adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu sholat.
- Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan tidak adanya yang dapat menghangatkan air tersebut.
Tata cara tayammum Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan hadits ‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu,
بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.[16]Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,
وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً
“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayammum beliau shallallahu ‘alaihi was sallam adalah sebagai berikut.
- Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali pukulan kemudian meniupnya.
- Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
- Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
- Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah dilakukan sekali usapan saja.
- Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tidak sampai siku seperti pada saat wudhu[17].
- Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats kecil.
- Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.
Pembatal tayammum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian juga tayammum tidak dibolehkan lagi apa bila telah ditemukan air bagi orang yang bertayammum karena ketidakadaan air dan telah adanya kemampuan menggunakan air atau tidak sakit lagi bagi orang yang bertayammum karena ketidakmampuan menggunakan air[18]. Akan tetapi shalat atau ibadah lainnya[19] yang telah ia kerjakan sebelumnya sah dan tidak perlu mengulanginya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,
خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ ، فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ – وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ – فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا ، فَصَلَّيَا ، ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ ، فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ ، وَلَمْ يُعِدْ الْآخَرُ ، ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ : أَصَبْت السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْك صَلَاتُك وَقَالَ لِلْآخَرِ : لَك الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ
Dua orang lelaki keluar untuk safar. Kemudian tibalah waktu shalat dan tidak ada air di sekitar mereka. Kemudian keduanya bertayammum dengan permukaan bumi yang suci lalu keduanya shalat. Setelah itu keduanya menemukan air sedangkan saat itu masih dalam waktu yang dibolehkan shalat yang telah mereka kerjakan tadi. Lalu salah seorang dari mereka berwudhu dan mengulangi shalat sedangkan yang lainnya tidak mengulangi shalatnya. Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan kepada orang yang tidak mengulang shalatnya, “Apa yang kamu lakukan telah sesuai dengan sunnah dan kamu telah mendapatkan pahala shalatmu”. Beliau mengatakan kepada yang mengulangi shalatnya, “Untukmu dua pahala[20]”[21].Juga hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu,
الصَّعِيدُ وُضُوءُ الْمُسْلِمِ ، وَإِنْ لَمْ يَجِدْ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ.فَإِذَا وَجَدَ الْمَاءَ فَلْيَتَّقِ اللَّهَ وَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ
“Seluruh permukaan bumi (tayammum) merupakan wudhu bagi seluruh muslim jika ia tidak menemukan air selama sepuluh tahun (kiasan bukan pembatasan angka)[22], apabila ia telah menemukannya hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menggunakannya sebagai alat untuk besuci”.[23]Di Antara Hikmah Disyari’atkannya Tayammum
Sebagai penutup kami sampaikan hikmah dan tujuan disyari’atkannya tayyamum adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur dengan syari’at ini serta tidaklah sama sekali untuk memberatkan kita, sebagaimana akhir firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 6,
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan kamu dan menyempurnakan nikmatNya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6).Abul Faroj Ibnul Jauziy rohimahullah mengatakan ada empat penafsiran ahli tafsir tentang nikmat apa yang Allah maksudkan dalam ayat ini,
Pertama, nikmat berupa diampuninya dosa-dosa[24].
Kedua, nikmat berupa hidayah kepada iman, sempurnanya agama, ini merupakan pendapat Ibnu Zaid rohimahullah.
Ketiga, nikmat berupa keringanan untuk tayammum, ini merupakan pendapat Maqotil dan Sulaiman.
Keempat, nikmat berupa penjelasan hukum syari’at, ini merupakan pendapat sebagian ahli tafsir[25].
Demikianlah akhir tulisan ini mudah-mudahan menjadi tambahan ‘amal bagi penulis dan tambahan ilmu bagi pembaca sekalian. Allahumma Amiin.
Di waktu Dhuha, Ahad 12 Dzulhijjah 1430 H.
Penulis: Aditya Budiman
Muroja’ah: M.A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
[1] Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah hal. 231/I, terbitan Al Kitabul ‘Alimiy, Beirut, Lebanon. [2] Kami ringkas dengan penyesuaian redaksi dari Lisanul ‘Arob oleh Muhammad Al Mishriy rohimahullah hal. 251/III, terbitan Darush Shodir, Beirut, Lebanon.
[3] Sebagaimana dikatakan oleh An Nawawi Asy Syafi’i rohimahullah. [Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi rohimahullah hal. 279/IV cetakan Darul Ma’rifah, Beirut dengan tahqiq dari Syaikh Kholil Ma’mun Syihaa].
[4] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom oleh Syaikh Abdullah Alu Bassaam rohimahullah hal. 412/I terbitan Maktabah Asaadiy, Mekkah, KSA.
[5] HR. Muslim no. 522.
[6] HR. Ahmad no. 22190, dinyatakan shohih lighoirihi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Ta’liq beliau untuk Musnad Imam Ahmad, terbitan Muasa’sah Qurthubah, Kairo, Mesir.
[7] Yang kami maksud adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
« وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ »
Demikian juga hadits dari sahabat ‘Ali yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya no. 774 dinyatakan Shohih oleh Syaikh Ahmad Syakir,
« وَجُعِلَ اَلتُّرَابُ لِي طَهُورًا »
[8] Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom oleh Al ‘Amir Ash Shon’ani rohimahullah hal. 354/I dengan tahqiq dari Syaikh Muhammad Shubhi Hasan Halaaq cetakan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.
[9] Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim hal. 280/IV.
[10] Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 351-352/I.
[11] Lihat Ats Tsamrul Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitaab oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rohimahullah hal. 31/I cetakan Ghiroos, Kuwait.
[12] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 414/I.
[13] Lihat Al Mulakhoshul Fiqhiy hal. 38 oleh Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan hafidzahullah cetakan Dar Ibnul Jauziy Riyadh.
[14] Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah oleh Syaikh DR. Abdul Adhim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahullah hal. 56 Dar Ibnu Rojab Kairo, Mesir.
[15] Asy Syaukani menambahkan keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayammum dengan jauhnya air, kemudian beliau menambahkan batasan suatu jarak dikatakan tidak jauh dalam hal ini dengan adanya kemungkinan seseorang dapat mendapatkan air kemudian berwudhu dengannya dan dapat sholat pada waktunya. [lihat As Saylul Jaror oleh Asy Syaukani rohimahullah hal. 129/I, terbitan Darul Kutub ‘Ilmiyah, Beirut, Lebanon.] namun Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin mengatakan bahwa batasan dikatakan tidak jauh itu adalah urf/penilaian masyarakat [lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ hal. 235/I ].
Tambahan dari editor,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “…. Akan tetapi, mereka juga boleh cukup dengan tayamum jika memang harus memperoleh air yang tempatnya jauh. Mereka nanti bertayamum dan mengerjakan shalat di waktunya masing-masing. Namun yang lebih baik adalah melakukan jama’ suri seperti tadi dan tetap berwudhu dengan air, ini yang lebih afdhol (lebih utama). Walhamdulillah.”[ Majmu’ Al Fatawa, hal. 458/XXI.]
[16] HR. Bukhori no. 347, Muslim no. 368.
[17] Kami katakan demikian karena kemutlakan yang ada dalam ayat tayammum (وَأَيْدِيكُمْ ,”Dan sapulah tanganmu”. [QS. Al Maidah (5) : 6]) tidak bisa di dimuqoyyadkan dengan ayat wudhu (وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ, “Dan basuhlah tanganmu sampai dengan siku” [QS. Al Maidah (5) : 6]), karena hukum kedua masalah ini berbeda (yang satu masalah tayammum yang lainnya wudhu) walaupun sebabnya sama, hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah dalam Syarh Nadzmul Waroqot hal. 123, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh dan lihat juga Ma’alim Ushul Fiqh oleh Syaikh Muhammad Husain bin Hasan Al Jaizaniy, hal. 441, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
[18] Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah hal.56.
[19] Karena tayammum merupakan badal/pengganti dari wudhu. Sehingga apa yang dibolehkan dengan berwudhu dibolehkan juga dengan tayammum. [Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 360/I ].
[20] Yaitu satu pahala untuk sholat yang pertama dan satu pahala untuk sholat yang kedua. [Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 362/I, Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 426/I].
[21] HR. Abu Dawud no. 338, An Nasa’i no. 433. Dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 3861.
[22] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 422/I.
[23] HR. Ahmad no. 21408, Tirmidzi no. 124, Abu Dawud no. 333, An Nasa’i no. 420, dan lain-lain. Hadits ini dinyatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dan dinyatakan shohih lighoirihi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth.
[24] Dalil tentang hal ini hadits Humroon tentang wudhunya Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu.
[25] Lihat Zaadul Masiir hal. 108, Asy Syamilah.
Fiqih Wudhu
Jawab: Niat yang dimaksud dalam berwudhu dan mandi (wajib) adalah niat untuk menghilangkan hadats atau untuk menjadikan boleh suatu perbuatan yang diwajibkan bersuci, oleh karenanya amalan-amalan yang dilakukan tanpa niat tidak diterima. Dalilnya adalah firman Allah, “Dan mereka tidaklah diperintahkan melainkan agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Dan hadits dari Umar bin al-Khaththab, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.”
Tanya: Apakah wudhu itu? Apa dalil yang menunjukkan wajibnya wudhu? Dan apa (serta berapa macam) yang mewajibkan wudhu?
Jawab: Yang dimaksud wudhu adalah menggunakan air yang suci dan mensucikan dengan cara yang khusus di empat anggota badan yaitu, wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki. Adapun sebab yang mewajibkan wudhu adalah hadats, yaitu apa saja yang mewajibkan wudhu atau mandi [terbagi menjadi dua macam, (Hadats Besar) yaitu segala yang mewajibkan mandi dan (Hadats Kecil) yaitu semua yang mewajibkan wudhu].
Adapun dalil wajibnya wudhu adalah firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)
Tanya: Apa dalil yang mewajibkan membaca basmalah dalam berwudhu dan gugur kewajiban tersebut kalau lupa atau tidak tahu?
Jawab: Dalil yang mewajibkan membaca basmalah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi, beliau bersabda, “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak berwudhu dan tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah atas wudhunya.”
Adapun dalil gugurnya kewajiban mengucapkan basmalah kalau lupa atau tidak tahu adalah hadits, “Dimaafkan untuk umatku, kesalahan dan kelupaan.” Tempatnya adalah di lisan dengan mengucapkan bismillah.
Tanya: Apa sajakah syarat-syarat wudhu itu?
Jawab: Syarat-syarat (sahnya) wudhu adalah sebagai berikut:
(1). Islam, (2). Berakal, (3). Tamyiz (dapat membedakan antara baik dan buruk), (4). Niat, (5). Istishab hukum niat, (6). Tidak adanya yang mewajibkan wudhu, (7). Istinja dan istijmar sebelumnya (bila setelah buang hajat), (8). Air yang thahur (suci lagi mensucikan), (9). Air yang mubah (bukan hasil curian -misalnya-), (10). Menghilangkan sesuatu yang menghalangi air meresap dalam pori-pori.
Tanya: Ada berapakah fardhu (rukun) wudhu itu? Dan apa saja?
Jawab: Fardhu (rukun) wudhu ada 6 (enam), yaitu:
- Membasuh muka (temasuk berkumur dan memasukkan sebagian air ke dalam hidung lalu dikeluarkan).
- Membasuh kedua tangan sampai kedua siku.
- Mengusap (menyapu) seluruh kepala (termasuk mengusap kedua daun telinga).
- Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
- Tertib (berurutan).
- Muwalah (tidak diselingi dengan perkara-perkara yang lain).
Jawab: Batasan-batasan wajah (muka) adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala yang normal sampai jenggot yang turun dari dua cambang dan dagu (janggut) memanjang (atas ke bawah), dan dari telinga kanan sampai telinga kiri melebar. Wajib membasuh semua bagian muka bagi yang tidak lebat rambut jenggotnya (atau bagi yang tidak tumbuh rambut jenggotnya) beserta kulit yang ada di balik rambut jenggot yang jarang (tidak lebat). Karena anda lihat sendiri, kalau rambut jenggotnya lebat maka wajib membasuh bagian luarnya dan di sunnahkan menyela-nyelanya. Karena masing-masing bagian luar jenggot yang lebat dan bagian bawah jenggot yang jarang bisa terlihat dari depan sebagai bagian muka, maka wajib membasuhnya.
Tanya: Apa yang dimaksud dengan tertib (urut)? Apa dalil yang mewajibkannya dari al-Qur’an dan As-Sunnah?
Jawab: Yang dimaksud dengan tertib (urut) adalah sebagaimana yang tertera dalam ayat yang mulia. Yaitu membasuh wajah, kemudian kedua tangan (sampai siku), kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kedua kaki.
Adapun dalilnya adalah sebagaimana tersebut dalam ayat di atas (ayat 6 surat al-Maidah). Di dalam ayat tersebut telah dimasukkan kata mengusap diantara dua kata membasuh. Orang Arab tidak melakukan hal ini melainkan untuk suatu faedah tertentu yang tidak lain adalah tertib (urut).
Kedua, sabda Rasulullah, “Mulailah dengan apa yang Allah telah memulai dengannya.”
Ketiga, hadits yang diriwayatkan dari ‘Amr bin ‘Abasah. Dia berkata, “Wahai Rasulullah beritahukan kepadaku tentang wudhu?” Rasulullah berkata, “Tidaklah salah seorang dari kalian mendekati air wudhunya, kemudian berkumur-kumur, memasukkan air ke hidungnya lalu mengeluarkannya kembali, melainkan gugurlah dosa-dosa di (rongga) mulut dan rongga hidungnya bersama air wudhunya, kemudian (tidaklah) ia membasuh mukanya sebagaimana yang Allah perintahkan, melainkan gugurlah dosa-dosa wajahnya melalui ujung-ujung janggutnya bersama tetesan air wudhu, kemudian (tidaklah) ia membasuh kedua tangannya sampai ke siku, melainkan gugurlah dasa-dosa tangannya bersama air wudhu melalui jari-jari tangannya, kemudian (tidaklah) ia mengusap kepalanya, melainkan gugur dosa-dasa kepalanya bersama air melalui ujung-ujung rambutnya, kemudian (tidaklah) ia membasuh kedua kakinya, melainkan gugur dosa-dasa kakinya bersama air melalui ujung-ujung jari kakinya.” (HR. Muslim)
Dan dalam riwayat Ahmad terdapat ungkapan, “Kemudian mengusap kepalanya (sebagaimana yang Allah perintahkan),… kemudian membasuh kedua kakinya sampai mata kaki sebagaimana yang Allah perintahkan.”
Dan di dalam riwayat Abdullah bin Shanaji terdapat apa yang menunjukkan akan hal itu. Wallahu A’lam.
Tanya: Apa yang dimaksud dengan muwalah dan apa dalilnya?
Jawab: Maksudnya adalah jangan mengakhirkan membasuh anggota wudhu sampai mengering anggota sebelumnya setelah beberapa saat.
Dalilnya, hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud dari Nabi, bahwa beliau melihat seorang laki-laki di kakinya ada bagian sebesar mata uang logam yang tidak terkena air wudhu, maka beliau memerintahkan untuk mengulangi wudhunya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Umar bin al-Khathab bahwa seorang laki-laki berwudhu, tetapi meninggalkan satu bagian sebesar kuku di kakinya (tidak membasahinya dengan air wudhu). Rasulullah melihatnya maka beliau berkata, “Berwudhulah kembali, kemudian shalatlah.” Sedangkan dalam riwayat Muslim tidak menyebutkan lafal, “Berwudhulah kembali.”
Tanya: Bagaimana tata cara wudhu yang sempurna? Dan apa yang dibasuh oleh orang yang buntung ketika berwudhu?
Jawab: Hendaknya berniat kemudian membaca basmalah dan membasuh tangannya sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung (lalu mengeluarkannya) sebanyak tiga kali dengan tiga kali cidukan. Kemudian, membasuh mukanya sebanyak tiga kali, kemudian membasuh kedua tangannya beserta kedua sikunya sebanyak tiga kali, kemudian mengusap kepalanya sekali, dari mulai tempat tumbuh rambut bagian depan sampai akhir tumbuhnya rambut dekat tengkuknya, kemudian mengembalikan usapan itu (membalik) sampai kembali ketempat semula memulai, kemudian memasukkan masing-masing jari telunjuknya ke telinga dan menyapu bagian daun telinga dengan kedua jempolnya, kemudian membasuh kedua kakinya beserta mata kakinya tiga kali, dan bagi yang cacat membasuh bagian-bagian yang wajib (dari anggota tubuhnya) yang tersisa. Jika yang buntung adalah persendiannya maka memulainya dari bagian lengan yang terputus. Demikian pula jika yang buntung adalah dari persendian tumit kaki, maka membasuh ujung betisnya.
Tanya: Apa dalil dari tata cara wudhu yang sempurna? Sebutkan dalil-dalil tersebut secara lengkap?
Jawab: Adapun niat dan membaca basmalah, telah disebutkan dalilnya di atas. Dan dalam riwayat Abdullah bin Zaid tentang tatacara wudhu (terdapat lafal), “Kemudian Rasulullah memasukkan tangannya, kemudian berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dengan satu tangan sebanyak tiga kali.” (Mutafaq ‘alaih)
“Dan dari Humran bahwa Utsman pernah meminta dibawakan air wudhu, maka ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, …kemudian membasuh tangan kanannya sampai ke siku tiga kali, kemudian tangan kirinya seperti itu pula, kemudian mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, kemudian kaki kirinya seperti itu pula, kemudian berkata, ‘Aku melihat Rasulullah berwudhu seperti wudhuku ini.’” (Mutafaq alaih)
Dan dari Abdullah bin Zaid bin Ashim dalam tatacara wudhu, ia berkata, “Dan Rasulullah mengusap kepalanya, menyapukannya ke belakang dan ke depan.” (Mutafaq alaih)
Dan lafal yang lain, “(Beliau) memulai dari bagian depan kepalanya sampai ke tengkuk, kemudian menariknya lagi ke bagian depan tempat semula memulai.”
Dan dalam riwayat Ibnu Amr tentang tata cara berwudhu, katanya, “Kemudian (Rasulullah) mengusap kepalanya, dan memasukkan dua jari telunjuknya ke masing-masing telinganya, dan mengusapkan kedua jari jempolnya ke permukaan daun telinganya.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
Tanya: Apa saja yang termasuk sunnah-sunnah wudhu beserta dalilnya?
Jawab: Yang termasuk sunnah-sunnah wudhu adalah:
- Menyempurnakan wudhu.
- Menyela-nyela antara jari jemari.
- Melebihkan dalam memasukkan air ke dalam hidung kecuali bagi yang berpuasa.
- Mendahulukan anggota wudhu yang kanan.
- Bersiwak.
- Membasuh dua telapak tangan sebanyak tiga kali.
- Mengulangi setiap basuhan dua kali atau tiga kali.
- Menyela-nyela jenggot yang lebat.
Adapun tentang menyempurnakan wudhu, menyela-nyela jari jemari dan melebihkan (dalam memasukkan air ke hidung) kecuali bagi yang berpuasa, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Laqith bin Shabrah, katanya, “Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku tentang wudhu?’” Nabi berkata, “Sempurnakan wudhu-mu, dan sela-selalah antara jari-jemarimu, dan bersungguh sungguhlah dalam memasukkan air ke dalam hidung kecuali jika kamu dalam keadaan berpuasa.” (Diriwayatkan oleh lima imam, dishahihkan oleh Tirmidzi)
Dan dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi suka mengawali sesuatu dengan yang kanan, dalam memakai terompah, bersisir, bersuci dan dalam segala sesuatu.” (Mutafaq alaih)
Adapun menyela-nyala jenggot, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Utsman, “Bahwa Nabi ada menyela-nyala jenggotnya.” (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi dan ia menshahihkannya). Cara menyela-nyela jenggot ini dengan mengambil seraup air dan meletakkannya dari bawahnya dengan jari-jemarinya atau dari dua sisinya dan menggosokkan keduanya. Dan dalam riwayat Abu Dawud dari Anas, “Bahwa Nabi jika berwudhu mengambil seraup air, kemudian meletakkannya di bawah dagunya dan berkata, ‘Demikianlah yang diperintahkan oleh Tuhan kepadaku.’”
Tanya: Berapa takaran air yang dibutuhkan ketika berwudhu atau mandi (junub)?
Jawab: Takaran air dalam berwudhu adalah satu mud (Satu mud sama dengan 1 1/3 liter menurut ukuran orang Hijaz dan 2 liter menurut ukuran orang Irak. (Lihat Lisanul Arab Jilid 3 hal 400). Adapun untuk mandi sebanyak satu sha’ sampai lima mud. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Anas, katanya, “Adalah Rasulullah ketika berwudhu dengan (takaran air sebanyak) satu mud dan mandi (dengan takaran sebanyak) satu sha’ sampai lima mud.” (HR. Muttafaq alaih). Dan makruh (dibenci) berlebih-lebihan, yaitu yang lebih dari tiga kali dalam berwudhu.
Tanya: Bacaan apa yang disunnahkan ketika selesai berwudhu?
Jawab: Bacaan yang disunnahkan adalah mengucapkan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Umar, katanya, “Berkata Rasulullah, ‘Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan: asyhadu anlaa ilaaha illalloohu wahdahu laa syariikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluh (Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah semata; yang tidak ada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya), melainkan dibukakan untuknya delapan pintu syurga, ia dapat masuk dari mana saja yang ia kehendaki.’” (HR. Muslim)
Dan Tirmidzi menambahkan: “Alloohummaj’alni minat tawwabiina waj’alnii minl mutathohhiriin (Ya Allah jadikan aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikan aku termasuk orang-orang yang suka mensucikan diri).”
Langganan:
Postingan (Atom)